b:include data='blog' name='all-head-content'/>
bismillah

Welcome

31. Katakanlah ( Muhammad ), " Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. " Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang,
32. Katakanlah ( Muhammad ), " Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-org kafir. " ( QS. Ali Imron : 31-32 )
Fruity Cherry Heart

Senin, 26 Juli 2010

ARRAHMAN

Diposting oleh AKHWATimoet di 03.34 0 komentar
“Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang engkau dustakan” Arrahman (55) ayat 13,16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 75, 77)

Allah menyebut kalimat tersebut dalam surat Arrahman sebanyak 30 kali. Dalam ayat-ayat tersebut tersirat bahwa begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada manusia tapi sedikit sekali manusia mensyukuri apa yang Allah berikan, bahkan manusia senantiasa mengingkari dan mendustakan apa yang telah Allah berikan dan mengkalim bahwa karena dirinyalah dia sukses. Sebagai contoh Allah menerangkan kisah Qorun yang kikir dan sombong dalam Al-Qur’an:

“Dia Qorun berkata, “Sesunguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku…..”

(Al Qashash: 78)

Sungguh Qorun adalah manusia yang kikir dan sombong dia merasa bahwa karena ilmunyalah dia bisa menjadi orang kaya, padahal kalau kita berfikir mana mungkin kita bisa sukses tanpa ada campur tangan dari Allah SWT. Apakah kita bisa melihat kalau kenikmatan melihat itu dicabut oleh Allah SWT dan apakah kita bisa berjalan kalau kaki kita tiba-tiba dilumpuhkan oleh sang pemilik kaki itu sendiri. Semuanya adalah milik Allah dan manusia tak memiliki apapun karena semuanya adalah pinjaman yang Allah percayakan kepada kita, bagaimana jika Allah tak mempercayai kita lagi? Apa yang akan kita lakukan di dunia ini.

“Apakah kamu merasa akan dibiarkan begitu saja tanpa pertanggung jawaban”

Ayat diatas mengatakan bahwa Allah menciptakan kita dengan sebuah tujuan, bukan untuk berdiam diri saja dan tidak berusaha sedikitpun, bukan pula sibuk dengan rutinitas kerja hingga kita terlupa akan Allah, tapi Allah menyuruh kita untuk berusaha dan tetap mengingat Allah secara balance, karena segala sesuatunya akan dipertanggung jawabkan, anak-anak kita, harta-harta kita dan apapun yang kita cintai.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka itulah orang-orang yang rugi”. (Qs. Al-Munafiqun [63]: 9)

Seberapa besar kecintaan kita kepada harta, anak, tahta atau lawan jenis kita, tak seharusnya melebihi cinta kita kepada Allah, karena semua itu adalah ujian. Barang siapa yang mampu bersyukur dan bersabar, maka merekalah yang niscaya termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung. Namun barang siapa yang kufur serta selalu mengikuti nafsu dan emosi semata, maka niscaya merekalah yang berada dalam kumpulan orang-orang yang merugi.

Maka dengan adanya ujian melalui nikmat harta, nikmat keluarga, musibah dan kedukaan yang kita alami, sudah sepatutnya manusia bersyukur dengan lebih mendekatkan diri kita kepada Allah dengan menjaga amanatnya sebagai sebuah tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, karena apabila kita lulus ujian maka Allah akan meningkatkan derajat keimanan dan ketakwaan kita.

“Jika kalian bersyukur, pasti Aku (Allah) akan tambah (kenikmatan) untuk kalian, dan jika kalian ingkar, sesunggahnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (Ibrahim: 7)



Wallahu alam bisawab.
READ MORE - ARRAHMAN

AKHWAT SEJATI

Diposting oleh AKHWATimoet di 03.32 0 komentar
Seorang gadis cilik bertanya pada Ayahnya
“Abi…ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati”

Sang Ayah pun menoleh dan tersenyum seraya menjawab
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dari
kecantikan hati yang ada dibaliknya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tapi dilihat dari
sejauh mana Ia menutupi bentuk tubuhnya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari begitu banyak kebaikan yang diberikan, tetapi dari
keikhlasan Ia memberikan kebaikan itu.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dari
apa yang sering mulutnya bicarakan.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari keahlIannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya berbicara.

Sang Ayah terdIam sembari menatap putrinya
“Lantas apa lagi Abi…?”

Ketahuilah putriku….
Akhwat Sejati bukan dilihat dari keberaniannya berpakaian, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia berani mempertaruhkan kehormatannya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari
kekhawatirannya yang mengundang orang jadi tergoda.

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujIan yang Ia jalani, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia menghadapi ujian itu dengan Syukur.
Dan Ingatlah…!!!

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul.

Setelah itu Sang anak kembali bertanya
“Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu Abi…?”

Sang Ayah memberikan sebuah buku dan berkata
“Pelajarilah mereka!!”

Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihat sebuah tulisan
“ISTRI PARA NABI”

Meski kita bukanlah salah satu dari Istri Nabi
Tapi meneladaninya adalah sebuah bentuk kecintaan kita terhadap
Allah SWT
READ MORE - AKHWAT SEJATI

KASIH ABADI

Diposting oleh AKHWATimoet di 03.31 0 komentar
Para sahabat dilanda dukacita, seorang rekan mereka bernama Alqomah berada dalam sakit payah. Ia adalah sahabat Nabi yang amat setia. Sekujur tubuhnya penuh dengan bekas luka akibat melindungi Rasulullah dalam berbagai pertempuran. Yang membuat para sahabat bersedih bukan karena sakitnya Alqomah, tetapi detik-detik sekaratnya yang memilukan, mulutnya terkaup rapat, tidak mampu mengucapkan sesuatu kecuali dengan erangan kesakitan.

Para sahabat telah mengajarinya untuk mengucapkan kalimat tauhid, namun lidahnya sangat kelu bagi kalimat suci itu. Para sahabat cemas, jangan-jangan Alqomah mengakhiri hidupnya tanpa sebutan Allah dibibirnya. Bukankah malapetaka terbesar atas seorang muslim jika diakhir hayatnya tidak terungkap keesaan Allah? Bukankah hal itu merupakan tanda bahwa amal kebaikan bakal sia-sia?

Salah seorang sahabat lalu mendatangi Rasulullah dan menceritakan musibah Alqomah; Nabi cepat-cepat berangkat untuk menangani sendiri derita yang menimpa sahabat setianya itu. Dengan sabar beliau membisikan kalimat tauhid ke telinga Alqomah sambil berpesan: :Alqomah, bertaubatlah kepada Allah, dan sebutlah nama Rabbmu", Namun Alqomah tetap membisu, hanya nafasnya yang menunjukan bahwa ia masih bisa memahami ucapan Nabi. Sampai tiga kali Rasulullah mengulangi bisikannya, tetapi saja Alqomah tidak sanggup menirukannya, Cuma biji matanya yang berputar-putar.

Kesudahan,. Rasulullah tidak lagi meneruskan ucapannya; beliau menoleh kepada para sahabat dan bertanya, "Apakah kalian tahu, masihkah Alqomah punya orang tua? Aku curiga, mungkin Alqomah pernah berbuat durhaka dan orang tuanya tidak ridho kepadanya, sebab, jangan harapkan akan turun ridho Allah jika tidak memperolah ridho dari orang tuanya." Salah seorang sahabat berkata, "Ayahanda sudah meninggal, tetapi ibunya masih ada". "Dimana rumahnya? "tanya Nabi... Sahabat yang lain menceritakan,"Ibu Alqomah bermukim dalam sebuah gubuk di kampung sebrang".

Nabi lantas memerintahkan Ali dan Bilal untuk mencari ibu Alqomah serta mengemukakan nasib yang menimpa anaknya agar dengan demikian, ibu Alqomah bersedia memaafkan segala kesalahan anaknya. Ali dan Bilal agak terbentur kesulitan untuk menemukan rumah yang terpencil itu, mereka baru mendapat keyakinan, setelah seseorang menegaskan, bahwa gubuk yang nampak kumuh dari luar itu benar-benar ibu Alqomah. Sesudah mengetuk pintu, Ali dan Bilal kian terpengah, ternyata ibu Alqomah sudah tua renta dan bungkuk.

"Betulkah nenek ibu Alqomah?" Ali dan Bilal bertanya. Nenek itu menggeleng, "Bukan. Saya bukan ibu Alqomah." "Tetapi orang sebelah mengatakan, gubuk ini ibu Alqomah," sanggah Ali. "Saudara mau percaya kepada siapa? Kepada tetangga sebelah, atau kepadaku yang tinggal dirumah ini?

Sebelum Ali dan Bilal sempat bertanya lagi, nenek itu mengatakan,"Dulu,Alqomah memang anakku. Dulu, waktu ia dalam kandunganku. Dulu, waktu aku melahirkan dengan susah payah. Dulu waktu ia kelaparan, aku yang menyuapinya serta memberinya air susu dari sisa-sisa kelelanku. Tetapi sekarang? Alqomah bukan anakku lagi!"...Bilal dan Ali saling berpandangan, mereka bagaikan ditimpa gunung besi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan tiodak bisa berpikir apa-apa, akibatnya mereka tidak mampu berkata sepatah katapun.

Nenek itu menerawang jauh, wajahnya berubah mendung..."Sesudah Alqomah dewasa dan punya istri, ia bukan anakku lagi...Alqomah terlalu sibuk dengan urusannya, terlalu gandrung terhadap bininya, sampai tidak punya waktu untuk berkunjung menengok keadaanku...Apalagi memberi nafkah, salampun tidak pernah dikirimkannya kepadaku.

Ali dab Bilal menundukan kepalanya, nenek itu terus berbincang, "Suatu ketika Alqomah lewat didepan rumahku, ia sekali-kali itu masuk kembali ke rumah ini semenjak punya istri,..Alqomah membawa dua bungkusan rapi, yang sebuah diserahkan kepadaku,..alangkah gembiranya hatiku dan lenyap semua dendanku,..sehingga bungkusan itu segera aku buka di depan matanya, untuk membahagiakan hatinya bahwa aku sangat senang, ternyata bungkusan itu berisi selembar kain sutra yang sangat indah, kupeluk kain itu, kuciumi kain itu, Namun, apa yang terjadi!!! Ia mengambil kain itu dari tanganku, seraya berkata, "Maaf Bu, saya keliru menyerahkan hadiah untuk ibu,. kain sutra itu buat istriku...bungkusan untuk ibu adalah bungkusan yang satu lagi"...!

Ali dan Bilal masih terus menutup diri, nenek itu terus menampakan kehitaman wajahnya. "Aku sebetulnya cukup kecewa. Namun, belum cukup melenyapkan kegembiraanku. Aku masih dengan suka cita menimang-nimang bungkusan yang lain sampai Alqomah meninggalkan rumah ini"...Sesudah itu, kubuka bungkusan tersebut,..dan alangkah sakit hatiku, sebab hanya selembar kain bekas yang barangkali dibelinya dari tukang loak...Masih berhakkah Alqomah menganggap dirinya sebagai anakku?"...

Kini betul-betul Ali dan Bilal ditimpa kebimbangan, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan,..Sesudah jelas, nenek itu sakit hati yang tak tertahankan terhadap Alqomah, Masihkah ia berkenan mengampuni anaknya!?....

Maka dengan ragu-ragu Ali berkata,"Alqomah sedang sekarat, nek...Ia tidak bisa mengucapkan kalimat tauhid, Rasulullah memohon agar nenek mau meridhoi Alqomah, memaafkan semua kekeliruannya...."Tidak!" Nenek itu langsung memekik. "Alqomah bukan anakku,...Rasulullah boleh memerintahkan apa saja kepadaku, asal jangan menyuruhku mengampuni Alqomah, ia terlalu durhaka kepadaku, ia bukan anakku!!!

Terpaksa Ali dan Bilal pulang dengan sia-sia, mereka menghadap Rasulullah dan menceritakan semuanya...Nabi termenung, Alqomah masih tersiksa dalam sekaratnya. Kemudian Nabi bersabda,"Baiklah, Ali dan Bilal...kembalilah ke nenek itu dan mintalah ia datang kemari,...jangan katakan apa tujuannya...katakan saja, bahwa aku, Rasulullah meminta kedatangannya."

Maka mereka membawa sebuah kendaraan sekedup, semacam tempat duduk di punggung unta, untuk menjemput ibu Alqomah,...Sementara itu Rasulullah memerintahkan sahabat lainnya untuk menyusun tumpukan kayu bakar di halaman rumah Alqomah,..dan Alqomah yang makin kepayahan dalam sekaratnya tersebut diangkat bersama pembaringannya ke dekat unggunan kayu bakar.

Setelah Ali dan Bilal tiba kembali dengan membawa nenek yang masih belum mengampuni dosa anaknya itu, Rasulullah langsung menyongsong dengan penuh hormat. "Selamat datang, nenek yang mulia.".. "Terima kasih, hai junjungan," jawab nenek dengan bangga. Namun tiba-tiba nenek rapuh itu berubah roman mukanya, ia kelihatan pucat pasi, lalu bertanya' :Siapakah yang tergolek di pembaringan dekat timbunan kayu bakar itu?"...Dan untuk apa engkau menumpukan kayu bakar?...Rasulullah menjawab, "Susunan daging yang kurus kering itu adalah bekas anak nenek, Alqomah. Ia durhaka kepada ibunya, jadi ia tersiksa dalam sekaratnya...karena itu, daripada ia menderita berkepanjangan, lebih baik akan kubakar dalam tumpukan kayu yang sebentar lagi akan dinyalakan....Nenek itu makin mengertas, putih pias sekujur kulitnya. " benerkah ia akan dibakar?"...Rasulullah menganguk pasti. "Kecuali jika nenek mengampuni dosa-dosanya"...."Tidak!" jawab nenek itu. "Bakarlah dia, aku tidak akan peduli, ia bukan anakku"!.

Nabi lantas mengisyaratkan kepada para sahabat untuk membakar tumpukan kayu tersebut. Setelah api menjilat-jilat ke segenap penjuru. Nabi menyuruh agar Alqomah diangkat dari pembaringannya dan dilemparkan ke dalam api...Nenek itu terperanjat, Ia menjerit pada waktu Alqomah sudah digotong menuju unggunan api..."Betul-betulkah kan kau bakar dia hidup-hidup, didepanku, seorang wanita?"..Nabi kembali mengangguk. "bila nenek tidak mau memberi maaf"..tidak!..tidak!" nenek itu memekik histeris. "lebih baik di dibakar daripada aku harus memaafkannya. Bakarlah dia, Alqomah bukan anakku!!.

Maka dengan serempak Alqomah diangkat tinggi dan diayunkan hendak ketengah api...Nenek itu menjerit dan menangis, "Ya Rasulullah, jangan bakar dia, bagaimanapun Alqomah adalah darah dagingku sendiri, biarkan aku ampuni semua kesalahannya"..Begitu terucap oleh nenek tersebut bahwa dosa Alqomah telah diampuni, seketika itu juga Alqomah dapat menyebut asma Allah dan meninggal dunia dengan tenang.....Wallahualam........

RAPAT DAN LURUSKAN Shof2 kalian

Judul ini merupakan sebuah penggalan perintah sang Umar Al-Faruq ra, kepada makmum sesaat sebelum mengimami sholat berjamaah. Hal itu merupakan wujud perhatian besar beliau terhadap tuntutan Rosululloh Saw yang mulia ini.

Sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Anas ra, bahwa Rosululloh bersabda yang artinya, "Rapihkan (rapat dan lurus) shof kalian, sesungguhnya rapat dan lurusnya shof termasuk bagian menegakan sholat." (HR. Bukhori 732).

Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, Rosululloh Saw bersabda, "Rapihkan shof, sejajarkan antara bahu, penuhi yang masih kosong (masih longgar), bersikap lunaklah terhadap saudara kalian dan janganlah kalian biarkan kelonggaran untuk syetan. Barang siapa yang menyambung shof, Alloh akan menyambungnya dan barang siapa yang memutuskan shof Alloh akan memutusnya." (HR. Abu Dawud no.666).

Wajibnya Meluruskan Dan Merapatkan Shof

Ternyata Rosululloh tidak hanya memerintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shof, Namun beliau juga mengancam keras orang-orang yang tidak merapikan shof mereka seperti dalam suatu redaksi hadist, "Sungguh kalian mau merapikan shof kalian atau kalau tidak maka Alloh akan menjadikan perselisihan diantara kalian." (HR.Bukhori Muslim).

Sebuah kaidah dalam Islam meyatakan bahwa asal perintah adalah wajib. Begitu pula mustahil suatu perkara yang mendapatkan ancaman maka hukumnya hanya sampai sunnah saja. Maka pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajibnya merapikan shof dan apabila suatu jamaah sholat tidak merapikan shof mereka maka mereka berdosa. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyah yang dapat kita lihat dalam kitab Majmu' Fatawa karangan beliau. Namun bagi yang tidak merapikan sholat maka sholatnya tetap sah berdasarkan perbuatan Anas ra yang mengingkari mereka yang tidak merapikan sholat tetapi tidak memerintahkan agar mereka mengulanginya.

Bagaimana Cara Meluruskan Shof?

Adapun sifat dan tata cara merapikan shof telah tercantum dalam banyak hadist di antaranya sebuah hadist dari Nu'man bin Basyir ra, beliau berkata, "Rosululloh Saw pernah menghadap manusia dengan wajahnya seraya mengatakan, Rapihkan shof-shof kalian (3x). Demi Alloh, kalian merapikan shof kalian, atau kalau tidak maka Alloh akan menjadikan perselisihan di antara hati kalian.' Nu'man berkata, 'Lalu saya melihat seorang merapatkan bahunya dengan bahu temannya, lututnya dengan lutut temannya dan mata kakinya dengan mata kaki temannya." (HR. Abu Dawud no. 662)

Hadist-hadist ini menunjukan secara jelas pentingnya merapikan shof dan hal itu termasuk kesempurnaan sholat. Dan hendaknya saling lurus dan tidak maju mundur antara satu dengan yang lain, dan saling rapat satu dengan yang lain, dan saling rapat antara bahu dengan bahu, kaki dengan kaki dan lutut dengan lutut.

Namun pada zaman sekarang, sunnah ini dilupakan, seandainya engkau mempraktekannya, niscaya masyarakat lari seperti keledai. Inna lillahi wa inna ilahi roji'un. Adapun kita sesudah mengetahui tentang perintah ini sudah sepantasnya berusaha sekuat kemampuan melaksanakannya. Tidaklah kita ingin merasakan kelezatan menegakan amalan ini di dalam hati kita. Serta menjadi pemegang tombak syariat di muka bumi ini. Semoga Alloh Swt memberikan hidayah kepada kita semua. Kesimpulannya, merapikan shof meliputi hal-hal berikut:

- Meluruskan barisan sholat dan merapikannya
- Memenuhi shof yang masih renggang
- Menyempurnakan shof yang pertama terlebih dahulu dan begitu seterusnya
- Saling berdekatan
Al-Fath

Wallahua'alam
READ MORE - KASIH ABADI

Senin, 26 Juli 2010

ARRAHMAN

“Maka nikmat Tuhanmu yang mana yang engkau dustakan” Arrahman (55) ayat 13,16, 18, 21, 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 42, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59, 61, 63, 65, 67, 69, 71, 75, 77)

Allah menyebut kalimat tersebut dalam surat Arrahman sebanyak 30 kali. Dalam ayat-ayat tersebut tersirat bahwa begitu banyak nikmat yang Allah berikan kepada manusia tapi sedikit sekali manusia mensyukuri apa yang Allah berikan, bahkan manusia senantiasa mengingkari dan mendustakan apa yang telah Allah berikan dan mengkalim bahwa karena dirinyalah dia sukses. Sebagai contoh Allah menerangkan kisah Qorun yang kikir dan sombong dalam Al-Qur’an:

“Dia Qorun berkata, “Sesunguhnya aku diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku…..”

(Al Qashash: 78)

Sungguh Qorun adalah manusia yang kikir dan sombong dia merasa bahwa karena ilmunyalah dia bisa menjadi orang kaya, padahal kalau kita berfikir mana mungkin kita bisa sukses tanpa ada campur tangan dari Allah SWT. Apakah kita bisa melihat kalau kenikmatan melihat itu dicabut oleh Allah SWT dan apakah kita bisa berjalan kalau kaki kita tiba-tiba dilumpuhkan oleh sang pemilik kaki itu sendiri. Semuanya adalah milik Allah dan manusia tak memiliki apapun karena semuanya adalah pinjaman yang Allah percayakan kepada kita, bagaimana jika Allah tak mempercayai kita lagi? Apa yang akan kita lakukan di dunia ini.

“Apakah kamu merasa akan dibiarkan begitu saja tanpa pertanggung jawaban”

Ayat diatas mengatakan bahwa Allah menciptakan kita dengan sebuah tujuan, bukan untuk berdiam diri saja dan tidak berusaha sedikitpun, bukan pula sibuk dengan rutinitas kerja hingga kita terlupa akan Allah, tapi Allah menyuruh kita untuk berusaha dan tetap mengingat Allah secara balance, karena segala sesuatunya akan dipertanggung jawabkan, anak-anak kita, harta-harta kita dan apapun yang kita cintai.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka itulah orang-orang yang rugi”. (Qs. Al-Munafiqun [63]: 9)

Seberapa besar kecintaan kita kepada harta, anak, tahta atau lawan jenis kita, tak seharusnya melebihi cinta kita kepada Allah, karena semua itu adalah ujian. Barang siapa yang mampu bersyukur dan bersabar, maka merekalah yang niscaya termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung. Namun barang siapa yang kufur serta selalu mengikuti nafsu dan emosi semata, maka niscaya merekalah yang berada dalam kumpulan orang-orang yang merugi.

Maka dengan adanya ujian melalui nikmat harta, nikmat keluarga, musibah dan kedukaan yang kita alami, sudah sepatutnya manusia bersyukur dengan lebih mendekatkan diri kita kepada Allah dengan menjaga amanatnya sebagai sebuah tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak, karena apabila kita lulus ujian maka Allah akan meningkatkan derajat keimanan dan ketakwaan kita.

“Jika kalian bersyukur, pasti Aku (Allah) akan tambah (kenikmatan) untuk kalian, dan jika kalian ingkar, sesunggahnya adzab-Ku sangatlah pedih.” (Ibrahim: 7)



Wallahu alam bisawab.

AKHWAT SEJATI

Seorang gadis cilik bertanya pada Ayahnya
“Abi…ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati”

Sang Ayah pun menoleh dan tersenyum seraya menjawab
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dari
kecantikan hati yang ada dibaliknya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tapi dilihat dari
sejauh mana Ia menutupi bentuk tubuhnya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari begitu banyak kebaikan yang diberikan, tetapi dari
keikhlasan Ia memberikan kebaikan itu.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dari
apa yang sering mulutnya bicarakan.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari keahlIannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya berbicara.

Sang Ayah terdIam sembari menatap putrinya
“Lantas apa lagi Abi…?”

Ketahuilah putriku….
Akhwat Sejati bukan dilihat dari keberaniannya berpakaian, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia berani mempertaruhkan kehormatannya.

Akhwat Sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari
kekhawatirannya yang mengundang orang jadi tergoda.

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujIan yang Ia jalani, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia menghadapi ujian itu dengan Syukur.
Dan Ingatlah…!!!

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari
sejauh mana Ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul.

Setelah itu Sang anak kembali bertanya
“Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu Abi…?”

Sang Ayah memberikan sebuah buku dan berkata
“Pelajarilah mereka!!”

Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihat sebuah tulisan
“ISTRI PARA NABI”

Meski kita bukanlah salah satu dari Istri Nabi
Tapi meneladaninya adalah sebuah bentuk kecintaan kita terhadap
Allah SWT

KASIH ABADI

Para sahabat dilanda dukacita, seorang rekan mereka bernama Alqomah berada dalam sakit payah. Ia adalah sahabat Nabi yang amat setia. Sekujur tubuhnya penuh dengan bekas luka akibat melindungi Rasulullah dalam berbagai pertempuran. Yang membuat para sahabat bersedih bukan karena sakitnya Alqomah, tetapi detik-detik sekaratnya yang memilukan, mulutnya terkaup rapat, tidak mampu mengucapkan sesuatu kecuali dengan erangan kesakitan.

Para sahabat telah mengajarinya untuk mengucapkan kalimat tauhid, namun lidahnya sangat kelu bagi kalimat suci itu. Para sahabat cemas, jangan-jangan Alqomah mengakhiri hidupnya tanpa sebutan Allah dibibirnya. Bukankah malapetaka terbesar atas seorang muslim jika diakhir hayatnya tidak terungkap keesaan Allah? Bukankah hal itu merupakan tanda bahwa amal kebaikan bakal sia-sia?

Salah seorang sahabat lalu mendatangi Rasulullah dan menceritakan musibah Alqomah; Nabi cepat-cepat berangkat untuk menangani sendiri derita yang menimpa sahabat setianya itu. Dengan sabar beliau membisikan kalimat tauhid ke telinga Alqomah sambil berpesan: :Alqomah, bertaubatlah kepada Allah, dan sebutlah nama Rabbmu", Namun Alqomah tetap membisu, hanya nafasnya yang menunjukan bahwa ia masih bisa memahami ucapan Nabi. Sampai tiga kali Rasulullah mengulangi bisikannya, tetapi saja Alqomah tidak sanggup menirukannya, Cuma biji matanya yang berputar-putar.

Kesudahan,. Rasulullah tidak lagi meneruskan ucapannya; beliau menoleh kepada para sahabat dan bertanya, "Apakah kalian tahu, masihkah Alqomah punya orang tua? Aku curiga, mungkin Alqomah pernah berbuat durhaka dan orang tuanya tidak ridho kepadanya, sebab, jangan harapkan akan turun ridho Allah jika tidak memperolah ridho dari orang tuanya." Salah seorang sahabat berkata, "Ayahanda sudah meninggal, tetapi ibunya masih ada". "Dimana rumahnya? "tanya Nabi... Sahabat yang lain menceritakan,"Ibu Alqomah bermukim dalam sebuah gubuk di kampung sebrang".

Nabi lantas memerintahkan Ali dan Bilal untuk mencari ibu Alqomah serta mengemukakan nasib yang menimpa anaknya agar dengan demikian, ibu Alqomah bersedia memaafkan segala kesalahan anaknya. Ali dan Bilal agak terbentur kesulitan untuk menemukan rumah yang terpencil itu, mereka baru mendapat keyakinan, setelah seseorang menegaskan, bahwa gubuk yang nampak kumuh dari luar itu benar-benar ibu Alqomah. Sesudah mengetuk pintu, Ali dan Bilal kian terpengah, ternyata ibu Alqomah sudah tua renta dan bungkuk.

"Betulkah nenek ibu Alqomah?" Ali dan Bilal bertanya. Nenek itu menggeleng, "Bukan. Saya bukan ibu Alqomah." "Tetapi orang sebelah mengatakan, gubuk ini ibu Alqomah," sanggah Ali. "Saudara mau percaya kepada siapa? Kepada tetangga sebelah, atau kepadaku yang tinggal dirumah ini?

Sebelum Ali dan Bilal sempat bertanya lagi, nenek itu mengatakan,"Dulu,Alqomah memang anakku. Dulu, waktu ia dalam kandunganku. Dulu, waktu aku melahirkan dengan susah payah. Dulu waktu ia kelaparan, aku yang menyuapinya serta memberinya air susu dari sisa-sisa kelelanku. Tetapi sekarang? Alqomah bukan anakku lagi!"...Bilal dan Ali saling berpandangan, mereka bagaikan ditimpa gunung besi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan tiodak bisa berpikir apa-apa, akibatnya mereka tidak mampu berkata sepatah katapun.

Nenek itu menerawang jauh, wajahnya berubah mendung..."Sesudah Alqomah dewasa dan punya istri, ia bukan anakku lagi...Alqomah terlalu sibuk dengan urusannya, terlalu gandrung terhadap bininya, sampai tidak punya waktu untuk berkunjung menengok keadaanku...Apalagi memberi nafkah, salampun tidak pernah dikirimkannya kepadaku.

Ali dab Bilal menundukan kepalanya, nenek itu terus berbincang, "Suatu ketika Alqomah lewat didepan rumahku, ia sekali-kali itu masuk kembali ke rumah ini semenjak punya istri,..Alqomah membawa dua bungkusan rapi, yang sebuah diserahkan kepadaku,..alangkah gembiranya hatiku dan lenyap semua dendanku,..sehingga bungkusan itu segera aku buka di depan matanya, untuk membahagiakan hatinya bahwa aku sangat senang, ternyata bungkusan itu berisi selembar kain sutra yang sangat indah, kupeluk kain itu, kuciumi kain itu, Namun, apa yang terjadi!!! Ia mengambil kain itu dari tanganku, seraya berkata, "Maaf Bu, saya keliru menyerahkan hadiah untuk ibu,. kain sutra itu buat istriku...bungkusan untuk ibu adalah bungkusan yang satu lagi"...!

Ali dan Bilal masih terus menutup diri, nenek itu terus menampakan kehitaman wajahnya. "Aku sebetulnya cukup kecewa. Namun, belum cukup melenyapkan kegembiraanku. Aku masih dengan suka cita menimang-nimang bungkusan yang lain sampai Alqomah meninggalkan rumah ini"...Sesudah itu, kubuka bungkusan tersebut,..dan alangkah sakit hatiku, sebab hanya selembar kain bekas yang barangkali dibelinya dari tukang loak...Masih berhakkah Alqomah menganggap dirinya sebagai anakku?"...

Kini betul-betul Ali dan Bilal ditimpa kebimbangan, mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan,..Sesudah jelas, nenek itu sakit hati yang tak tertahankan terhadap Alqomah, Masihkah ia berkenan mengampuni anaknya!?....

Maka dengan ragu-ragu Ali berkata,"Alqomah sedang sekarat, nek...Ia tidak bisa mengucapkan kalimat tauhid, Rasulullah memohon agar nenek mau meridhoi Alqomah, memaafkan semua kekeliruannya...."Tidak!" Nenek itu langsung memekik. "Alqomah bukan anakku,...Rasulullah boleh memerintahkan apa saja kepadaku, asal jangan menyuruhku mengampuni Alqomah, ia terlalu durhaka kepadaku, ia bukan anakku!!!

Terpaksa Ali dan Bilal pulang dengan sia-sia, mereka menghadap Rasulullah dan menceritakan semuanya...Nabi termenung, Alqomah masih tersiksa dalam sekaratnya. Kemudian Nabi bersabda,"Baiklah, Ali dan Bilal...kembalilah ke nenek itu dan mintalah ia datang kemari,...jangan katakan apa tujuannya...katakan saja, bahwa aku, Rasulullah meminta kedatangannya."

Maka mereka membawa sebuah kendaraan sekedup, semacam tempat duduk di punggung unta, untuk menjemput ibu Alqomah,...Sementara itu Rasulullah memerintahkan sahabat lainnya untuk menyusun tumpukan kayu bakar di halaman rumah Alqomah,..dan Alqomah yang makin kepayahan dalam sekaratnya tersebut diangkat bersama pembaringannya ke dekat unggunan kayu bakar.

Setelah Ali dan Bilal tiba kembali dengan membawa nenek yang masih belum mengampuni dosa anaknya itu, Rasulullah langsung menyongsong dengan penuh hormat. "Selamat datang, nenek yang mulia.".. "Terima kasih, hai junjungan," jawab nenek dengan bangga. Namun tiba-tiba nenek rapuh itu berubah roman mukanya, ia kelihatan pucat pasi, lalu bertanya' :Siapakah yang tergolek di pembaringan dekat timbunan kayu bakar itu?"...Dan untuk apa engkau menumpukan kayu bakar?...Rasulullah menjawab, "Susunan daging yang kurus kering itu adalah bekas anak nenek, Alqomah. Ia durhaka kepada ibunya, jadi ia tersiksa dalam sekaratnya...karena itu, daripada ia menderita berkepanjangan, lebih baik akan kubakar dalam tumpukan kayu yang sebentar lagi akan dinyalakan....Nenek itu makin mengertas, putih pias sekujur kulitnya. " benerkah ia akan dibakar?"...Rasulullah menganguk pasti. "Kecuali jika nenek mengampuni dosa-dosanya"...."Tidak!" jawab nenek itu. "Bakarlah dia, aku tidak akan peduli, ia bukan anakku"!.

Nabi lantas mengisyaratkan kepada para sahabat untuk membakar tumpukan kayu tersebut. Setelah api menjilat-jilat ke segenap penjuru. Nabi menyuruh agar Alqomah diangkat dari pembaringannya dan dilemparkan ke dalam api...Nenek itu terperanjat, Ia menjerit pada waktu Alqomah sudah digotong menuju unggunan api..."Betul-betulkah kan kau bakar dia hidup-hidup, didepanku, seorang wanita?"..Nabi kembali mengangguk. "bila nenek tidak mau memberi maaf"..tidak!..tidak!" nenek itu memekik histeris. "lebih baik di dibakar daripada aku harus memaafkannya. Bakarlah dia, Alqomah bukan anakku!!.

Maka dengan serempak Alqomah diangkat tinggi dan diayunkan hendak ketengah api...Nenek itu menjerit dan menangis, "Ya Rasulullah, jangan bakar dia, bagaimanapun Alqomah adalah darah dagingku sendiri, biarkan aku ampuni semua kesalahannya"..Begitu terucap oleh nenek tersebut bahwa dosa Alqomah telah diampuni, seketika itu juga Alqomah dapat menyebut asma Allah dan meninggal dunia dengan tenang.....Wallahualam........

RAPAT DAN LURUSKAN Shof2 kalian

Judul ini merupakan sebuah penggalan perintah sang Umar Al-Faruq ra, kepada makmum sesaat sebelum mengimami sholat berjamaah. Hal itu merupakan wujud perhatian besar beliau terhadap tuntutan Rosululloh Saw yang mulia ini.

Sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadist yang diriwayatkan dari Anas ra, bahwa Rosululloh bersabda yang artinya, "Rapihkan (rapat dan lurus) shof kalian, sesungguhnya rapat dan lurusnya shof termasuk bagian menegakan sholat." (HR. Bukhori 732).

Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ra, Rosululloh Saw bersabda, "Rapihkan shof, sejajarkan antara bahu, penuhi yang masih kosong (masih longgar), bersikap lunaklah terhadap saudara kalian dan janganlah kalian biarkan kelonggaran untuk syetan. Barang siapa yang menyambung shof, Alloh akan menyambungnya dan barang siapa yang memutuskan shof Alloh akan memutusnya." (HR. Abu Dawud no.666).

Wajibnya Meluruskan Dan Merapatkan Shof

Ternyata Rosululloh tidak hanya memerintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shof, Namun beliau juga mengancam keras orang-orang yang tidak merapikan shof mereka seperti dalam suatu redaksi hadist, "Sungguh kalian mau merapikan shof kalian atau kalau tidak maka Alloh akan menjadikan perselisihan diantara kalian." (HR.Bukhori Muslim).

Sebuah kaidah dalam Islam meyatakan bahwa asal perintah adalah wajib. Begitu pula mustahil suatu perkara yang mendapatkan ancaman maka hukumnya hanya sampai sunnah saja. Maka pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajibnya merapikan shof dan apabila suatu jamaah sholat tidak merapikan shof mereka maka mereka berdosa. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyah yang dapat kita lihat dalam kitab Majmu' Fatawa karangan beliau. Namun bagi yang tidak merapikan sholat maka sholatnya tetap sah berdasarkan perbuatan Anas ra yang mengingkari mereka yang tidak merapikan sholat tetapi tidak memerintahkan agar mereka mengulanginya.

Bagaimana Cara Meluruskan Shof?

Adapun sifat dan tata cara merapikan shof telah tercantum dalam banyak hadist di antaranya sebuah hadist dari Nu'man bin Basyir ra, beliau berkata, "Rosululloh Saw pernah menghadap manusia dengan wajahnya seraya mengatakan, Rapihkan shof-shof kalian (3x). Demi Alloh, kalian merapikan shof kalian, atau kalau tidak maka Alloh akan menjadikan perselisihan di antara hati kalian.' Nu'man berkata, 'Lalu saya melihat seorang merapatkan bahunya dengan bahu temannya, lututnya dengan lutut temannya dan mata kakinya dengan mata kaki temannya." (HR. Abu Dawud no. 662)

Hadist-hadist ini menunjukan secara jelas pentingnya merapikan shof dan hal itu termasuk kesempurnaan sholat. Dan hendaknya saling lurus dan tidak maju mundur antara satu dengan yang lain, dan saling rapat satu dengan yang lain, dan saling rapat antara bahu dengan bahu, kaki dengan kaki dan lutut dengan lutut.

Namun pada zaman sekarang, sunnah ini dilupakan, seandainya engkau mempraktekannya, niscaya masyarakat lari seperti keledai. Inna lillahi wa inna ilahi roji'un. Adapun kita sesudah mengetahui tentang perintah ini sudah sepantasnya berusaha sekuat kemampuan melaksanakannya. Tidaklah kita ingin merasakan kelezatan menegakan amalan ini di dalam hati kita. Serta menjadi pemegang tombak syariat di muka bumi ini. Semoga Alloh Swt memberikan hidayah kepada kita semua. Kesimpulannya, merapikan shof meliputi hal-hal berikut:

- Meluruskan barisan sholat dan merapikannya
- Memenuhi shof yang masih renggang
- Menyempurnakan shof yang pertama terlebih dahulu dan begitu seterusnya
- Saling berdekatan
Al-Fath

Wallahua'alam
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

AKHWATimoet Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Celebrity Gossip