b:include data='blog' name='all-head-content'/>
bismillah

Welcome

31. Katakanlah ( Muhammad ), " Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. " Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang,
32. Katakanlah ( Muhammad ), " Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-org kafir. " ( QS. Ali Imron : 31-32 )
Fruity Cherry Heart

Rabu, 13 Oktober 2010

Menikah ? Tergesa-gesa atau Menyegerakan

Diposting oleh AKHWATimoet di 03.14
Menikah? Hmmm, siapa sih yang nggak mau? Asal sudah cukup umur, cukup
dewasa, cukup penghasilan, ada calon dan ada ijin orang tua sih tidak
masalah. Tapi jika kuliah saja belum kelar, penghasilan belum jelas,
lantas nanti anak orang mau dikasih makan apa?", begitu banyak
pertanyaan yang harus dijawab.

Manusia, sesuai dengan fitrahnya, telah diciptakan berpasang-pasangan
oleh Allah SWT. Dan adalah suatu fitrah pula timbul kecenderungan
antar pasangan tersebut.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir"(QS. Ar-Ruum:21)
Karenanya Allah telah mengatur urusan itu dan memberikan solusi berupa
pernikahan. Akan tetapi, ketika pernikahan itu harus terjadi lebih
awal alias ketika kuliah belum selesai, beragam komentar lantas
bermunculan.
"Udah nikah? Nggak tahan ya? Baru umur segitu!"
"Anak kemaren sore aja mau sok-sok menikah. Memang dia bisa apa?"
"Ngurus diri sendiri saja belum beres!"
"Jangan kecewakan kepercayaan orang tua! Mereka kasih uang supaya kita
kuliah, bukan nikah…"
Bertubi-tubi komentar berdatangan, namun toh ada juga yang berani
menikah ketika kuliah dan berjuang untuk itu. Ada juga yang baru
sebatas menyetujui . terbukti dari 176 mahasiswa FKUI program S1
reguler yang ditanya, lebih dari 60% menyatakan setuju. Walaupun ada
28% yang menentang dan sisanya abstain. Mereka yang setuju umumnya
beralasan bahwa dengan menikah ketika kuliah seseorang dapat menjaga
diri dari perbuatan dosa. Sementara sisanya mengatakan bahwa menikah
membuat hati lebih tenang.
Peristiwa Hormonal
Keinginan untuk menikah dan membina rumah tangga tentunya menyangkut
aspek pemikiran yang jauh lebih luas dari sekedar keinginan pemuasan
dorongan biologis. Dorongan biologis yang muncul sebagai rasa tertarik
kepada lawan jenis ini sangat berkaitan erat dengan gejolak hormonal
yang muncul dalam diri seseorang. Seperti dikutip dari buku "Indahnya
Pernikahan Dini" karangan Ust. Fauzil Adhim, dalam masa ini,
kebanyakan pemuda sedang berada di bangku kuliah. Sementara mayoritas
masyarakat menilai mereka belum cukup umur untuk menikah.
Maka, tidak sedikit yang menggunakan istilah menikah dini bagi mereka
yang menikah pada masa-masa kuliah. Masih menurut Ustadz yang
berperawakan gempal ini, masyarakat tidak jarang melakukan over
generalisasi. Komentar yang sering muncul ialah "Ya enggak. Tapi kan
menikah di masa kuliah nggak lazim. Jadinya pasti masyarakat akan
menilai negatif."
Namun, tidak sedikit juga masyarakat yang memberikan pujian bagi
mereka yang menikah lebih awal dan ternyata sanggup menjalaninya
dengan baik. Penilaian yang diberikan cenderung lebih menanggapi
tentang kedewasaan yang terbentuk selama mereka mengarungi bahtera
pernikahan.Menyegerakan Menikah vs Tergesa-gesa Menikah
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan
orang-orang yang layak (menikah) dari antara hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan yang perempuan." (QS. An-Nuur:32)
Ayat di atas menegaskan tentang pentingnya menikah hingga menjadi
perintah untuk menikahkan orang yang masih sendirian. Namun ayat
tersebut juga tidak memerintahkan seseorang untuk menikah `buta’,
sebab terdapat penekanan kata `layak’ yang harus menjadi pertimbangan.
Menikah bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi juga tidak boleh
dipandang sebelah mata. Menikah adalah fitrah bagi manusia dan sejalan
dengan anjuran Allah serta RosulNya. Pernyataan Rasulullah SAW dalam
hadist berikut dapat menjadi bahan renungan yang bisa membantu
memantapkan hati: "Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian di
antara kamu, sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka,
meluaskan rezeki mereka, dan menambah keluhuran mereka."
Allah akan menjamin siapapun yang mau menikah. Tetapi tetap saja harus
ada persiapan yang dilakukan. Karena menikah bukanlah pekerjaan yang
akan selesai dalam waktu dekat. Bahkan bisa jadi memakan waktu
sepanjang sisa umur pasangan tersebut di dunia ini. Sehingga
perencanaan yang matang mutlak diperlukan. "Orang yang mempunyai niat
yang tulus adalah dia yang hatinya tenang, terbebas dari pemikiran
mengenai hal-hal yang dilarang, berasal dari upaya membuat niatmu
murni untuk Allah dalam segala perkara.." Begitu ucap Ja’far ash
Shiddiq, guru dari Imam Abu Hanifah. Menurutnya seseorang yang
menyegerakan menikah karena niat yang jernih Insya Allah hatinya akan
diliputi oleh perasaan sakinah, yaitu ketenangan jiwa saat menghadapi
masalah-masalah yang harus diselesaikan. Berbeda dengan menikah
tergesa-gesa yang selalu ditandai oleh perasaan tidak aman dan hati
yang diliputi kecemasan yang memburu.
Ada sebuah perumpamaan tentang pernikahan dalam buku "Kado Pernikahan
Untuk Istriku": "Menikah itu seperti orang yang sedang mengendarai
motor dan menjumpai tikungan yang tajam, apakah dia akan segera
membelokkan kemudi tanpa mengurangi kecepatan karena ingin cepat
sampai atau dia mengurangi kecepatan sedikit, membelok, dan kembali
meningkatkan kecepatan perlahan-lahan?
Jalan hidup ini begitu panjang. Menikah merupakan salah satu rute yang
harus dilalui oleh manusia, sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk
hidup yang diciptakan berpasang-pasangan. Menikah ibarat menapaki
titian pelangi. Ada bagian yang mendaki dan memerlukan curahan energi
ekstra dan adapula bagian yang menurun yang menawarkan kesenangan,
kedamaian serta ujung kisah yang penuh pesona.
Ketenangan Emosi dan Separuh Agama
Sebuah penelitian antara tahun 1950-1970an menemukan bahwa orang yang
menikah cenderung lebih bahagia daripada mereka yang tidak menikah,
hidup sendiri atau bercerai. Mendukung pendahulunya, Campbell dkk
menulis dalam Human Development bahwa orang yang menikah cenderung
meraih kepuasan hidup. Yang menarik dari temuan mereka bahwa yang
paling bahagia diantara pasangan nikah bahagia adalah pasangan nikah
usia 20an. Sementara pada tahun 1989, Thomsen & Walker mendapati bahwa
dengan menikah para wanita menemukan tempat mengekspresikan perasaan
dan mengungkapkan luapan-luapan emosinya.
Enam tahun kemudian, Sprinthall & Collins mencatat bahwa pd pernikahan
dini kehidupan seksual akan lebih teratur & memperoleh legitimasi yang
kuat. Ini berpengaruh pada kemampuan mereka menikmati kehidupan seks.
Keteraturan & legitimasi terhadap kehidupan seksual mereka menjadikan
dorongan seks lebih stabil. Pada gilirannya, kestabilan ini dapat
menurunkan erotisisme shg mereka lebih mampu menundukkan pandangan.
Selain itu dengan turunnya erotisisme maka seseorang akan mencapai
ketenangan emosi. Manakala emosi mencapai kondisi yang seimbang, maka
kemampuan fisik & intelektual akan meningkat. Hu dan Goldman (1990)
memandangnya dari sudut kesehatan. Mereka menemukan fakta bahwa
orang-orang yang menikah cenderung lebih panjang usianya.
Mereka yang menikah akan mendapatkan jaminan kesempurnaan 50% agama.
"Apabila seseorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah
menyempurnakan separo dari agamanya, maka takutlah kepada Allah
terhadap separo yang lainya."(HR Ath-Thabrani).
Menikah dapat pula dijadikan bagian dari investasi meraih ridho Allah
dengan surga sebagai janjinya. Jika mereka mendapat anak sholeh, maka
ia telah membuka salah satu pintu pahala yang tidak berakhir sampai
hari perhitungan.
Kendala Yang Mungkin Dihadapi
Umumnya masyarakat masih menilai kedewasaan atau kesiapan seseorang
untuk menikah dari segi umur semata. Fenomena ini dapat menjadi batu
penghambat yang cukup berarti. Dalam bukunya: "Saatnya Untuk Menikah",
M. Fauzil Adhim menerangkan tentang kriteria kemampuan ekonomi
seseorang yang sering disalahartikan sebagai kemapanan dan
kepastiannya dalam menyediakan nafkah. Hal ini terbukti dari hasil
korespondensi menyatakan bahwa tak kurang dari sepertiga responden
memberi alasan tentang kondisi ekonomi sebagai kendala utama dalam
memutuskan menikah ketika kuliah. Definisi ini sedemikian pesatnya
berkembang sehingga banyak sekali keluarga akan berpikir dua-tiga kali
sebelum merelakan anak gadisnya dipinang. Hal ini juga mengakibatkan
gaya hidup materialistis, sehingga tak sedikit meninggikan kriteria
calon bagi dirinya.
Keluarga sebagai bagian dari komunitas yang paling sering berinteraksi
dengan seseorang, memegang andil yang besar dalam penentuan pilihan.
Seringkali keinginan yang menggebu-gebu untuk menikah ketika kuliah
mendapat tentangan dari orangtua alias tidak mendapat restu. Padahal
tanpa restu dari kedua orang tua, pernikahan bukanlah sesuatu yang
indah dan diberkahi oleh Allah SWT. Tidak sedikit orang tua yang sulit
menerima kenyataan bahwa anak mereka sudah tumbuh menjadi dewasa muda
dan sudah waktunya membina mahligai rumah tangga.
Selain itu keraguan akan diri sendiri, perasaan belum siap dan takut
terikat kepada komitmen juga memegang peranan yang tak kalah
pentingnya dalam menahan laju keinginan untuk menikah.

Sumber : zein.blogsome.com

0 komentar on "Menikah ? Tergesa-gesa atau Menyegerakan"

Posting Komentar

Rabu, 13 Oktober 2010

Menikah ? Tergesa-gesa atau Menyegerakan

Menikah? Hmmm, siapa sih yang nggak mau? Asal sudah cukup umur, cukup
dewasa, cukup penghasilan, ada calon dan ada ijin orang tua sih tidak
masalah. Tapi jika kuliah saja belum kelar, penghasilan belum jelas,
lantas nanti anak orang mau dikasih makan apa?", begitu banyak
pertanyaan yang harus dijawab.

Manusia, sesuai dengan fitrahnya, telah diciptakan berpasang-pasangan
oleh Allah SWT. Dan adalah suatu fitrah pula timbul kecenderungan
antar pasangan tersebut.
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir"(QS. Ar-Ruum:21)
Karenanya Allah telah mengatur urusan itu dan memberikan solusi berupa
pernikahan. Akan tetapi, ketika pernikahan itu harus terjadi lebih
awal alias ketika kuliah belum selesai, beragam komentar lantas
bermunculan.
"Udah nikah? Nggak tahan ya? Baru umur segitu!"
"Anak kemaren sore aja mau sok-sok menikah. Memang dia bisa apa?"
"Ngurus diri sendiri saja belum beres!"
"Jangan kecewakan kepercayaan orang tua! Mereka kasih uang supaya kita
kuliah, bukan nikah…"
Bertubi-tubi komentar berdatangan, namun toh ada juga yang berani
menikah ketika kuliah dan berjuang untuk itu. Ada juga yang baru
sebatas menyetujui . terbukti dari 176 mahasiswa FKUI program S1
reguler yang ditanya, lebih dari 60% menyatakan setuju. Walaupun ada
28% yang menentang dan sisanya abstain. Mereka yang setuju umumnya
beralasan bahwa dengan menikah ketika kuliah seseorang dapat menjaga
diri dari perbuatan dosa. Sementara sisanya mengatakan bahwa menikah
membuat hati lebih tenang.
Peristiwa Hormonal
Keinginan untuk menikah dan membina rumah tangga tentunya menyangkut
aspek pemikiran yang jauh lebih luas dari sekedar keinginan pemuasan
dorongan biologis. Dorongan biologis yang muncul sebagai rasa tertarik
kepada lawan jenis ini sangat berkaitan erat dengan gejolak hormonal
yang muncul dalam diri seseorang. Seperti dikutip dari buku "Indahnya
Pernikahan Dini" karangan Ust. Fauzil Adhim, dalam masa ini,
kebanyakan pemuda sedang berada di bangku kuliah. Sementara mayoritas
masyarakat menilai mereka belum cukup umur untuk menikah.
Maka, tidak sedikit yang menggunakan istilah menikah dini bagi mereka
yang menikah pada masa-masa kuliah. Masih menurut Ustadz yang
berperawakan gempal ini, masyarakat tidak jarang melakukan over
generalisasi. Komentar yang sering muncul ialah "Ya enggak. Tapi kan
menikah di masa kuliah nggak lazim. Jadinya pasti masyarakat akan
menilai negatif."
Namun, tidak sedikit juga masyarakat yang memberikan pujian bagi
mereka yang menikah lebih awal dan ternyata sanggup menjalaninya
dengan baik. Penilaian yang diberikan cenderung lebih menanggapi
tentang kedewasaan yang terbentuk selama mereka mengarungi bahtera
pernikahan.Menyegerakan Menikah vs Tergesa-gesa Menikah
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan
orang-orang yang layak (menikah) dari antara hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan yang perempuan." (QS. An-Nuur:32)
Ayat di atas menegaskan tentang pentingnya menikah hingga menjadi
perintah untuk menikahkan orang yang masih sendirian. Namun ayat
tersebut juga tidak memerintahkan seseorang untuk menikah `buta’,
sebab terdapat penekanan kata `layak’ yang harus menjadi pertimbangan.
Menikah bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi juga tidak boleh
dipandang sebelah mata. Menikah adalah fitrah bagi manusia dan sejalan
dengan anjuran Allah serta RosulNya. Pernyataan Rasulullah SAW dalam
hadist berikut dapat menjadi bahan renungan yang bisa membantu
memantapkan hati: "Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian di
antara kamu, sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka,
meluaskan rezeki mereka, dan menambah keluhuran mereka."
Allah akan menjamin siapapun yang mau menikah. Tetapi tetap saja harus
ada persiapan yang dilakukan. Karena menikah bukanlah pekerjaan yang
akan selesai dalam waktu dekat. Bahkan bisa jadi memakan waktu
sepanjang sisa umur pasangan tersebut di dunia ini. Sehingga
perencanaan yang matang mutlak diperlukan. "Orang yang mempunyai niat
yang tulus adalah dia yang hatinya tenang, terbebas dari pemikiran
mengenai hal-hal yang dilarang, berasal dari upaya membuat niatmu
murni untuk Allah dalam segala perkara.." Begitu ucap Ja’far ash
Shiddiq, guru dari Imam Abu Hanifah. Menurutnya seseorang yang
menyegerakan menikah karena niat yang jernih Insya Allah hatinya akan
diliputi oleh perasaan sakinah, yaitu ketenangan jiwa saat menghadapi
masalah-masalah yang harus diselesaikan. Berbeda dengan menikah
tergesa-gesa yang selalu ditandai oleh perasaan tidak aman dan hati
yang diliputi kecemasan yang memburu.
Ada sebuah perumpamaan tentang pernikahan dalam buku "Kado Pernikahan
Untuk Istriku": "Menikah itu seperti orang yang sedang mengendarai
motor dan menjumpai tikungan yang tajam, apakah dia akan segera
membelokkan kemudi tanpa mengurangi kecepatan karena ingin cepat
sampai atau dia mengurangi kecepatan sedikit, membelok, dan kembali
meningkatkan kecepatan perlahan-lahan?
Jalan hidup ini begitu panjang. Menikah merupakan salah satu rute yang
harus dilalui oleh manusia, sesuai dengan fitrahnya sebagai makhluk
hidup yang diciptakan berpasang-pasangan. Menikah ibarat menapaki
titian pelangi. Ada bagian yang mendaki dan memerlukan curahan energi
ekstra dan adapula bagian yang menurun yang menawarkan kesenangan,
kedamaian serta ujung kisah yang penuh pesona.
Ketenangan Emosi dan Separuh Agama
Sebuah penelitian antara tahun 1950-1970an menemukan bahwa orang yang
menikah cenderung lebih bahagia daripada mereka yang tidak menikah,
hidup sendiri atau bercerai. Mendukung pendahulunya, Campbell dkk
menulis dalam Human Development bahwa orang yang menikah cenderung
meraih kepuasan hidup. Yang menarik dari temuan mereka bahwa yang
paling bahagia diantara pasangan nikah bahagia adalah pasangan nikah
usia 20an. Sementara pada tahun 1989, Thomsen & Walker mendapati bahwa
dengan menikah para wanita menemukan tempat mengekspresikan perasaan
dan mengungkapkan luapan-luapan emosinya.
Enam tahun kemudian, Sprinthall & Collins mencatat bahwa pd pernikahan
dini kehidupan seksual akan lebih teratur & memperoleh legitimasi yang
kuat. Ini berpengaruh pada kemampuan mereka menikmati kehidupan seks.
Keteraturan & legitimasi terhadap kehidupan seksual mereka menjadikan
dorongan seks lebih stabil. Pada gilirannya, kestabilan ini dapat
menurunkan erotisisme shg mereka lebih mampu menundukkan pandangan.
Selain itu dengan turunnya erotisisme maka seseorang akan mencapai
ketenangan emosi. Manakala emosi mencapai kondisi yang seimbang, maka
kemampuan fisik & intelektual akan meningkat. Hu dan Goldman (1990)
memandangnya dari sudut kesehatan. Mereka menemukan fakta bahwa
orang-orang yang menikah cenderung lebih panjang usianya.
Mereka yang menikah akan mendapatkan jaminan kesempurnaan 50% agama.
"Apabila seseorang hamba telah berkeluarga, berarti dia telah
menyempurnakan separo dari agamanya, maka takutlah kepada Allah
terhadap separo yang lainya."(HR Ath-Thabrani).
Menikah dapat pula dijadikan bagian dari investasi meraih ridho Allah
dengan surga sebagai janjinya. Jika mereka mendapat anak sholeh, maka
ia telah membuka salah satu pintu pahala yang tidak berakhir sampai
hari perhitungan.
Kendala Yang Mungkin Dihadapi
Umumnya masyarakat masih menilai kedewasaan atau kesiapan seseorang
untuk menikah dari segi umur semata. Fenomena ini dapat menjadi batu
penghambat yang cukup berarti. Dalam bukunya: "Saatnya Untuk Menikah",
M. Fauzil Adhim menerangkan tentang kriteria kemampuan ekonomi
seseorang yang sering disalahartikan sebagai kemapanan dan
kepastiannya dalam menyediakan nafkah. Hal ini terbukti dari hasil
korespondensi menyatakan bahwa tak kurang dari sepertiga responden
memberi alasan tentang kondisi ekonomi sebagai kendala utama dalam
memutuskan menikah ketika kuliah. Definisi ini sedemikian pesatnya
berkembang sehingga banyak sekali keluarga akan berpikir dua-tiga kali
sebelum merelakan anak gadisnya dipinang. Hal ini juga mengakibatkan
gaya hidup materialistis, sehingga tak sedikit meninggikan kriteria
calon bagi dirinya.
Keluarga sebagai bagian dari komunitas yang paling sering berinteraksi
dengan seseorang, memegang andil yang besar dalam penentuan pilihan.
Seringkali keinginan yang menggebu-gebu untuk menikah ketika kuliah
mendapat tentangan dari orangtua alias tidak mendapat restu. Padahal
tanpa restu dari kedua orang tua, pernikahan bukanlah sesuatu yang
indah dan diberkahi oleh Allah SWT. Tidak sedikit orang tua yang sulit
menerima kenyataan bahwa anak mereka sudah tumbuh menjadi dewasa muda
dan sudah waktunya membina mahligai rumah tangga.
Selain itu keraguan akan diri sendiri, perasaan belum siap dan takut
terikat kepada komitmen juga memegang peranan yang tak kalah
pentingnya dalam menahan laju keinginan untuk menikah.

Sumber : zein.blogsome.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

AKHWATimoet Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Celebrity Gossip