Minggu, 28 November 2010
CARA MEMILIH KARYAWAN YANG BERPOTENSI PRODUKTIF DAN SUKSES
Jadi, pesan apakah yang ingin saya sampaikan berkenaan dengan cara merevolusi produktivitas SDM?
Yang ingin saya katakan ialah, bahwa program pelatihan saja, dan atau program motivasi saja, jika tidak disertai dengan orang dan situasi yang tepat, tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan!
Seperti halnya kita tidak bisa memaksa seekor kuda untuk minum air, kitapun tidak akan bisa memaksa seseorang untuk melakukan hal yang tidak ingin dilakukannya!
Sekalipun dengan ancaman atau iming-iming hadiah, seseorang bisa saja nampak berprilaku seperti yang kita inginkan, namun itu sifatnya sementara dan superfisial. Dalam waktu singkat, ia akan kembali kepada prilakunya yang semula, kembali kehabitatnya!
Itulah jawaban atas banyak keluhan pebisnis yang merasa frustrasi terhadap prilaku karyawan atau bawahannya, yang selalu harus dimandori dalam bekerja, jika ingin berhasil baik; atau ibaratnya seperti polisi mengawasi maling. Jika kita lengah, maka akan terjadi kerugian.
Pertanyaannya: Apakah karyawan bersangkutan sengaja melakukan perbuatan yang marginal atau tercela, ataukah tidak?
Tergantung siapa yang anda tanya. Jika ia adalah Optimist, maka ia akan menjawab, “Tidak sengaja”. Namun jika ia adalah Pessimist, maka kemungkinan akan dijawab, “Ya, mereka memang sengaja!”
Apapun jawabannya, apakah seseorang itu sengaja atau tidak sengaja berprilaku marginal atau negatif, yang pasti adalah kinerja orang itu marginal atau bahkan buruk!
Namun menurut hemat saya, secara logis, seyogyanya jarang ada orang yang tidak ingin dihargai dan dihormati karena prestasinya. Secara manusiawi, hampir semua orang ingin sukses, ingin dihargai dan dipuji, bukankah demikian?
Jadi, jika ada orang yang sekalipun telah dilatih dan dimotivasi –apalagi berulang kali-, tetap saja berprilaku dan berkinerja marginal atau buruk, rasanya ada ‘something wrong in him’, ada yang keliru dalam diri orang seperti itu, apakah itu?
Kalau menurut pengalaman saya, yang salah itu bukan orangnya, dan bukan pula pekerjaannya, serta bukan orang yang menyuruhnya melakukan pekerjaan; melainkan ketidak tepatan antara potensi orang, dengan bidang pekerjaan yang diminta untuk dilakukannya.
Untuk mudahnya, saya bisa mengatakan bahwa kemungkinannya adalah, “He is the right man with the wrong job”, atau bahkan, “He is the wrong man with the wrong job”
Jika persoalannya adalah demikian, maka pilihannya hanya satu diantara dua: Mengganti orangnya, atau mengganti pekerjaannya!
Saudaraku, saya serius. Kita tidak akan bisa meningkatkan kinerja seseorang yang pekerjaannya tidak sesuai dengan potensinya, bagaimanapun kita melatih dan memotivasinya.
Seperti kata pepatah, “Katak tidak bisa jadi lembu”, maka demikian juga dengan karyawan. Jika kita salah merekrut dan menempatkan orang, maka sampai kapanpun ia tidak akan bisa menjadi karyawan yang produktif dan sukses.
Sekalipun orang yang bersangkutan berkemauan keras untuk berubah, namun jika ia tidak potensial untuk sukses, iapun tidak akan bisa sukses. Ia bisa menjadi lebih baik, namun nyaris mustahil untuk menjadi yang terbaik!
Untuk menjadi yang terbaik, untuk mendapat sukses besar, diperlukan bukan hanya sekedar kemauan, melainkan juga bakat, kerja keras, dan kesempatan.
Sekalipun saya menguasai Hypno-Therapy, saya tidak bisa membuat orang yang mempunyai warna suara ‘tenor’ misalnya, menjadi ‘bass’. Saya bisa mensugestinya agar ia percaya bahwa ia berwarna suara ‘bass’, namun saya tidak bisa merubah realita bahwa warna suaranya adalah tetap ‘tenor’.
Dengan kata lain, sekalipun mengunakan Hypno-Therapy, kita tidak bisa mengadakan hal yang tidak ada pada diri seseorang.
Jadi saran saya, cara terbaik dan termudah, serta termurah untuk merevolusi kinerja dan produktivitas SDM adalah pertama-tama, dengan cara memastikan bahwa setiap karyawan anda adalah orang yang tepat untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Lakukanlah atau mintalah profesional yang ahli dalam Aptitude Test, untuk mengetahui bakat atau potensi setiap karyawan (atau calon karyawan) dalam relevansinya terhadap uraian pekerjaan yang (akan) diembannya.
Bagi karyawan yang telah bekerja, bisa dilakukan mutasi, kebagian yang sesuai dengan potensi terbaiknya.
Jika ditemukan ada karyawan yang potensi dan bakatnya sama sekali tidak sesuai dengan posisi yang ada didalam perusahaan, dan selama ini memang terbukti ia tidak bisa bekerja dengan baik, maka solusi yang terbaik untuk kemajuan kedua belah pihak adalah, memintanya pindah perusahaan!
Jika seseorang tidak menyukai bidang sales misalnya, bagaimanapun seringnya ia dilatih dan dimotivasi dengan selling skills dan sebagainya, ia tidak akan bisa menjadi the best sales performer!
Demikian juga, jika seseorang tidak berbakat atau tidak berpotensi menjadi leader, bagaimanapun ia dikatrol dan dilatih ilmu kepemimpinan, ia akan nyaris mustahil menjadi pemimpin yang baik.
Ada orang yang potensi dan bakatnya adalah menjadi pengikut dan pelaksana. Ia akan bisa menjadi the best sales performer misalnya; namun ketika dipromosikan menjadi supervisor atau manager, bisa saja kinerja dan prilakunya menjadi buruk; yang mengakibatkan perusahaan rugi dua kali: Pertama, kehilangan sales, karena salesman terbaiknya dijadikan supervisor atau manager. Kedua, kehilangan kekompakan team, karena dipimpin oleh bad leader!
Jadi dengan mengetahui bakat serta potensi terbaik seseorang, ia bisa ditempatkan pada posisi yang tepat. Dan dengan tambahan pelatihan dan kepemimpinan yang baik, ia akan bisa mengembangkan potensi dirinya kelevel yang optimal dan menghasilkan prestasi terbaik.
Ibaratnya adalah seperti mengajar anak rajawali untuk terbang, atau mengajar anak itik untuk berenang. Suatu pekerjaan yang mudah, bagi kedua belah pihak –yang diajar, dan yang mengajar-, karena alami!
Jika dibalik, mengajar anak rajawali untuk berenang, dan atau mengajar anak itik untuk terbang seperti rajawali, adalah pekerjaan mustahil.
Bagaimanapun besarnya kemauan si anak rajawali untuk bisa berenang, serta bagaimanapun hebatnya sang trainer melatih dan memotivasinya, berenang tetaplah merupakan pekerjaan yang nyaris mustahil bagi rajawali.
Setelah memiliki orang yang berpotensi untuk produktif dan sukses, barulah tugas perusahaan untuk membina dan memberdayakan potensi itu, untuk kepentingan bersama, dengan cara seperti yang saya uraikan sebelumnya.
Itulah mungkin arti penting dari pepatah, “The right man on the right place in the right time!”
dikutif dari facebook Indonesia Inc
READ MORE - CARA MEMILIH KARYAWAN YANG BERPOTENSI PRODUKTIF DAN SUKSES
Yang ingin saya katakan ialah, bahwa program pelatihan saja, dan atau program motivasi saja, jika tidak disertai dengan orang dan situasi yang tepat, tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan!
Seperti halnya kita tidak bisa memaksa seekor kuda untuk minum air, kitapun tidak akan bisa memaksa seseorang untuk melakukan hal yang tidak ingin dilakukannya!
Sekalipun dengan ancaman atau iming-iming hadiah, seseorang bisa saja nampak berprilaku seperti yang kita inginkan, namun itu sifatnya sementara dan superfisial. Dalam waktu singkat, ia akan kembali kepada prilakunya yang semula, kembali kehabitatnya!
Itulah jawaban atas banyak keluhan pebisnis yang merasa frustrasi terhadap prilaku karyawan atau bawahannya, yang selalu harus dimandori dalam bekerja, jika ingin berhasil baik; atau ibaratnya seperti polisi mengawasi maling. Jika kita lengah, maka akan terjadi kerugian.
Pertanyaannya: Apakah karyawan bersangkutan sengaja melakukan perbuatan yang marginal atau tercela, ataukah tidak?
Tergantung siapa yang anda tanya. Jika ia adalah Optimist, maka ia akan menjawab, “Tidak sengaja”. Namun jika ia adalah Pessimist, maka kemungkinan akan dijawab, “Ya, mereka memang sengaja!”
Apapun jawabannya, apakah seseorang itu sengaja atau tidak sengaja berprilaku marginal atau negatif, yang pasti adalah kinerja orang itu marginal atau bahkan buruk!
Namun menurut hemat saya, secara logis, seyogyanya jarang ada orang yang tidak ingin dihargai dan dihormati karena prestasinya. Secara manusiawi, hampir semua orang ingin sukses, ingin dihargai dan dipuji, bukankah demikian?
Jadi, jika ada orang yang sekalipun telah dilatih dan dimotivasi –apalagi berulang kali-, tetap saja berprilaku dan berkinerja marginal atau buruk, rasanya ada ‘something wrong in him’, ada yang keliru dalam diri orang seperti itu, apakah itu?
Kalau menurut pengalaman saya, yang salah itu bukan orangnya, dan bukan pula pekerjaannya, serta bukan orang yang menyuruhnya melakukan pekerjaan; melainkan ketidak tepatan antara potensi orang, dengan bidang pekerjaan yang diminta untuk dilakukannya.
Untuk mudahnya, saya bisa mengatakan bahwa kemungkinannya adalah, “He is the right man with the wrong job”, atau bahkan, “He is the wrong man with the wrong job”
Jika persoalannya adalah demikian, maka pilihannya hanya satu diantara dua: Mengganti orangnya, atau mengganti pekerjaannya!
Saudaraku, saya serius. Kita tidak akan bisa meningkatkan kinerja seseorang yang pekerjaannya tidak sesuai dengan potensinya, bagaimanapun kita melatih dan memotivasinya.
Seperti kata pepatah, “Katak tidak bisa jadi lembu”, maka demikian juga dengan karyawan. Jika kita salah merekrut dan menempatkan orang, maka sampai kapanpun ia tidak akan bisa menjadi karyawan yang produktif dan sukses.
Sekalipun orang yang bersangkutan berkemauan keras untuk berubah, namun jika ia tidak potensial untuk sukses, iapun tidak akan bisa sukses. Ia bisa menjadi lebih baik, namun nyaris mustahil untuk menjadi yang terbaik!
Untuk menjadi yang terbaik, untuk mendapat sukses besar, diperlukan bukan hanya sekedar kemauan, melainkan juga bakat, kerja keras, dan kesempatan.
Sekalipun saya menguasai Hypno-Therapy, saya tidak bisa membuat orang yang mempunyai warna suara ‘tenor’ misalnya, menjadi ‘bass’. Saya bisa mensugestinya agar ia percaya bahwa ia berwarna suara ‘bass’, namun saya tidak bisa merubah realita bahwa warna suaranya adalah tetap ‘tenor’.
Dengan kata lain, sekalipun mengunakan Hypno-Therapy, kita tidak bisa mengadakan hal yang tidak ada pada diri seseorang.
Jadi saran saya, cara terbaik dan termudah, serta termurah untuk merevolusi kinerja dan produktivitas SDM adalah pertama-tama, dengan cara memastikan bahwa setiap karyawan anda adalah orang yang tepat untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Lakukanlah atau mintalah profesional yang ahli dalam Aptitude Test, untuk mengetahui bakat atau potensi setiap karyawan (atau calon karyawan) dalam relevansinya terhadap uraian pekerjaan yang (akan) diembannya.
Bagi karyawan yang telah bekerja, bisa dilakukan mutasi, kebagian yang sesuai dengan potensi terbaiknya.
Jika ditemukan ada karyawan yang potensi dan bakatnya sama sekali tidak sesuai dengan posisi yang ada didalam perusahaan, dan selama ini memang terbukti ia tidak bisa bekerja dengan baik, maka solusi yang terbaik untuk kemajuan kedua belah pihak adalah, memintanya pindah perusahaan!
Jika seseorang tidak menyukai bidang sales misalnya, bagaimanapun seringnya ia dilatih dan dimotivasi dengan selling skills dan sebagainya, ia tidak akan bisa menjadi the best sales performer!
Demikian juga, jika seseorang tidak berbakat atau tidak berpotensi menjadi leader, bagaimanapun ia dikatrol dan dilatih ilmu kepemimpinan, ia akan nyaris mustahil menjadi pemimpin yang baik.
Ada orang yang potensi dan bakatnya adalah menjadi pengikut dan pelaksana. Ia akan bisa menjadi the best sales performer misalnya; namun ketika dipromosikan menjadi supervisor atau manager, bisa saja kinerja dan prilakunya menjadi buruk; yang mengakibatkan perusahaan rugi dua kali: Pertama, kehilangan sales, karena salesman terbaiknya dijadikan supervisor atau manager. Kedua, kehilangan kekompakan team, karena dipimpin oleh bad leader!
Jadi dengan mengetahui bakat serta potensi terbaik seseorang, ia bisa ditempatkan pada posisi yang tepat. Dan dengan tambahan pelatihan dan kepemimpinan yang baik, ia akan bisa mengembangkan potensi dirinya kelevel yang optimal dan menghasilkan prestasi terbaik.
Ibaratnya adalah seperti mengajar anak rajawali untuk terbang, atau mengajar anak itik untuk berenang. Suatu pekerjaan yang mudah, bagi kedua belah pihak –yang diajar, dan yang mengajar-, karena alami!
Jika dibalik, mengajar anak rajawali untuk berenang, dan atau mengajar anak itik untuk terbang seperti rajawali, adalah pekerjaan mustahil.
Bagaimanapun besarnya kemauan si anak rajawali untuk bisa berenang, serta bagaimanapun hebatnya sang trainer melatih dan memotivasinya, berenang tetaplah merupakan pekerjaan yang nyaris mustahil bagi rajawali.
Setelah memiliki orang yang berpotensi untuk produktif dan sukses, barulah tugas perusahaan untuk membina dan memberdayakan potensi itu, untuk kepentingan bersama, dengan cara seperti yang saya uraikan sebelumnya.
Itulah mungkin arti penting dari pepatah, “The right man on the right place in the right time!”
dikutif dari facebook Indonesia Inc
Senin, 22 November 2010
Hanya Kepada-Mu Aku Berlindung
Barangsiapa yang bergantung kepada selain Allah, niscaya dia akan ditelantarkan. Sebab hanya Allah satu-satunya tempat berlindung, meminta keselamatan, dan tumpuan harapan. Allah, Rabb yang menguasai segenap langit dan bumi, tidak ada satupun makhluk yang luput dari kekuasaan dan ilmu-Nya. Segala manfaat dan madharat berada di tangan-Nya. Maka sungguh mengherankan apabila manusia yang lemah bersandar kepada sesama makhluk yang lemah pula, mengapa dia tidak menyandarkan urusannya kepada Allah ta’ala yang maha kuasa ?
Bukankah setiap hari, di setiap kali shalat, bahkan dalam setiap raka’at shalat kita selalu membaca ayat yang mulia, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’; hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan… Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya. Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita… Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan kepada Allah saja hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23).
Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban menggantungkan hati semata-mata kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Tawakal adalah ibadah. Barangsiapa menujukan ibadah itu kepada selain Allah maka dia telah melakukan kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 256)
Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi kebutuhannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Dia pasti akan mencukupinya…” (QS. ath-Thalaq: 3).
Ayat yang agung ini menunjukkan bahwasanya tawakal merupakan salah satu sebab utama untuk bisa mendapatkan kemanfaatan maupun menolak kemadharatan. Tawakal adalah kewajiban dan ibadah. Barangsiapa yang menujukan ibadah ini kepada selain Allah maka dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 260)
Salah satu bentuk perbuatan bergantung kepada selain Allah adalah dengan meminta perlindungan dan keselamatan hidup kepada selain Allah, entah itu jin, penghuni kubur ataupun yang lainnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Janganlah kamu menyeru kepada selain Allah, sesuatu yang jelas tidak menjamin manfaat maupun madharat kepadamu, apabila kamu tetap melakukannya niscaya kamu termasuk golongan orang-orang yang zalim.” (QS. Yunus: 106).
Mendatangkan manfaat dan menolak madharat adalah kekhususan yang dimiliki Allah. Barangsiapa yang berdoa kepada selain Allah dan dia meyakini bahwasanya yang dia seru itu menguasai kemanfaatan dan kemadharatan sebagai sekutu bagi Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 104)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan apabila Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya selain Dia, dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang bisa menolak keutamaan dari-Nya. Allah timpakan musibah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107).
Ayat yang agung ini menunjukkan bahwa menyingkap keburukan/bahaya dan mendatangkan manfaat merupakan kekhususan Allah ‘azza wa jalla. Barangsiapa yang mencari hal itu dari selain Allah sesungguhnya dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 105)
Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa kesempurnaan iman dan tauhid seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sesembahan dan tempat berlindung selain-Nya. Kalau Allah yang menguasai hidup dan mati kita, lalu mengapa kita gantungkan hati kita kepada jin dan benda-benda mati yang tidak menguasai apa-apa?!
penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Sabtu, 20 November 2010
Memahami Hakikat Syirik
Syirik merupakan dosa paling besar, kezaliman yang paling zalim, dosa yang tidak akan diampuni Allah, dan pelakunya diharamkan masuk surga serta seluruh amal yang pernah dilakukannya selama di dunia akan hangus dan sia-sia. Oleh sebab itu mengenal hakikat syirik dan bahayanya adalah perkara yang sangat penting.
Dosa yang paling besar
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisaa’ : 48, 116).
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Dengan ayat ini maka jelaslah bahwasanya syirik adalah dosa yang paling besar. Karena Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuninya bagi orang yang tidak bertaubat darinya (Fathul Majid).
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar ? Maka beliau menjawab, “Yaitu engkau mengangkat tandingan/sekutu bagi Allah (dalam beribadah) padahal Dia lah yang telah menciptakanmu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang lain dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari ayahnya, ayahnya berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar ?. Beliau bertanya sebanyak tiga kali. Para sahabat menjawab, “Mau wahai Rasulullah! Lalu beliau bersabda, “Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. Lalu beliau duduk tegak setelah sebelumnya bersandar seraya melanjutkan sabdanya, “Ingatlah, begitu juga berkata-kata dusta. Beliau mengulang-ulang kalimat itu sampai-sampai aku bergumam karena kasihan, “Mudah-mudahan beliau diam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itulah, Adz Dzahabi yang menulis kitab Al Kaba’ir menempatkan dosa syirik kepada Allah sebagai dosa besar nomor satu sebelum dosa-dosa yang lainnya. Beliau berkata, “Dosa besar yang terbesar adalah kesyirikan kepada Allah ta’ala.. (Al Kaba’ir)
Kezaliman yang paling zalim
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan (QS. Al Hadiid : 25).
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa di dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya supaya manusia menegakkan al qisth yaitu keadilan. Salah satu nilai keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok keadilan yang terbesar dan pilar penegaknya. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil (Ad Daa’ wa Ad Dawaa’).
Perhatikanlah firman Allah yang mulia yang mengisahkan nasehat seorang ayah yang bijak kepada puteranya, yang artinya,
“Wahai puteraku, janganlah berbuat syirik kepada Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar. (QS. Luqman : 13).
Ibadah adalah hak Allah, maka memperuntukkan ibadah kepada selain Allah adalah pelanggaran hak. Oleh sebab itu syirik disebut sebagai kezaliman, bahkan inilah kezaliman terbesar yang harus ditumpas oleh umat manusia! Sampai-sampai beberapa hari menjelang wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih sempat memperingatkan umat dari bahaya syirik dalam masalah kuburan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu. ‘Aisyah mengatakan, “Beliau memberikan peringatan keras dari perbuatan mereka itu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pelanggaran terhadap hak Sang pencipta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba dan hak hamba atas Allah ? Maka Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu Rasul bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedangkan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan menyiksa hamba yang tidak mepersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.(HR. Al Bukhari dan Muslim).
Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata, Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala memiliki hak yang harus ditunaikan oleh para hamba. Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak ini maka sesungguhnya dia telah menyia-nyiakan hak yang paling agung. (Hushul Al Ma’mul)
Dosa yang tak terampuni
Seandainya seorang hamba berjumpa dengan Allah ta’ala dengan dosa sepenuh bumi niscaya Allah akan mengampuni dosa itu semua, akan tetapi tidak demikian halnya bila dosa itu adalah syirik. Allah ta’ala berfirman melalui lisan Nabi-Nya dalam sebuah hadits qudsi,
“Wahai anak Adam, seandainya engkau menjumpai-Ku dengan membawa dosa kesalahan sepenuh bumi dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku, niscaya Akupun akan menjumpaimu dengan ampunan sepenuh itu pula (HR. Tirmidzi, disahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah 127).
Bahkan, di dalam Al Qur’an Allah telah menegaskan dalam firman-Nya yang artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa yang berada di bawah tingkatan syirik bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya (QS. An Nisaa’ : 48 dan 116).
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia tidak akan mengampuni dosa syirik, artinya Dia tidak mengampuni hamba yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan musyrik, dan (Dia mengampuni dosa yang dibawahnya bagi orang yang dikehendaki-Nya); yaitu dosa-dosa (selain syirik-pent) yang akan Allah ampuni kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. ( Tafsir Ibnu Katsir).
Kekal di dalam neraka
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka Jahannam dan kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek ciptaan. (QS. Al Bayyinah : 6).
Dari Jabir radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya, niscaya masuk surga. Dan barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan memepersekutukan sesuatu dengan-Nya, maka dia masuk neraka. (HR. Muslim)
Pemusnah pahala amalan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya ? Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid. Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya ? Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu. Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Qur’an. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ? Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur’an karena-Mu. Allah berfirman, Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Qur’an supaya disebut sebagai Qari’. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Muslim).
Kehilangan rasa aman dan petunjuk
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan merekalah orang yang mendapatkan hidayah (QS. Al An’aam : 82).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ketika ayat ini diturunkan para sahabat mengatakan, Wahai Rasulullah. Siapakah di antara kita ini yang tidak melakukan kezaliman terhadap dirinya? Maka Rasulullah pun menjawab, Maksud ayat itu tidak seperti yang kalian katakan. Sebab makna,Tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman adalah (tidak mencampurinya) dengan kesyirikan. Bukankah kalian pernah mendengar ucapan Luqman kepada puteranya,Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar. (HR. Bukhari).
Semoga Allah menyelamatkan diri kita dari bahaya syirik, yang tampak maupun yang tersembunyi.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Jumat, 12 November 2010
Haruskah Saya Bangkit??
“Kenapa harus bangkit? Saya tidak jatuh.” Bangkit tidak selama bagi orang yang baru saja jatuh. Bagi orang yang yang baru saja jatuh, bangkit adalah sebuah keharusan. Lalu bagaimana jika seseorang yang tidak jatuh, apakah harus bangkit juga?
Pertama: banyak orang yang tidak sadar kalau dia sebenarnya sedang jatuh. Yang kedua: bisa jadi seseorang itu tidak akan jatuh karena dia sudah berada di dasar. Dan yang ketiga: siapa pun Anda, jika ingin mengubah hidup ke kehidupan yang lebih tinggi. Jika Anda salah satu dari ketiga orang ini, maka Anda harus bangkit. Setidaknya, saya termasuk kelompok yang ketiga. Bagaimana dengan Anda?
Mimpi Buruk? Anda Harus Bangkit!
Salah satu ciri orang yang harus bangkit ialah orang yang sedang merasakan mimpi buruk dalam hidupnya. Jika kehidupan Anda serasa sebuah mimpi buruk, maka langkah satu-satunya ialah Anda harus bangun dari “tidur panjang” Anda. Anda harus bangkit.
Semua masalah Anda yang menghimpit tidak akan sirna begitu saja hanya dengan dikeluhkan. Tidak akan hilang hanya dengan dipikirkan saja. Yang harus Anda pikirkan ialah solusinya. Inilah langkah awal Anda untuk bangkit. Saat Anda sudah menemukan solusinya, langkah selanjutnya ialah bertindak.
Terlepas apakah solusi itu akan berhasil atau tidak, Anda harus tetap bertindak. Ambil langkah awal sesegera mungkin. Inilah satu-satunya cara untuk bangkit: bertindak. Bukan diam. Bukan menyerah. Bukan menunggu orang lain yang menggelar karpet merah untuk Anda. Bangkitlah! Ambillah tindakan.
Mimpi Di Siang Bolong? Anda Harus Bangkit!
Ciri kedua orang yang harus ialah mereka yang menginginkan sesuatu, tetapi keinginan itu hanya tersimpan di angan-angan. Anda ingin mobil, rumah idaman, atau ibadah haji, tetapi hanya di mulut dan di hati saja. Seolah, semua itu jauh dari Anda. Seolah itu semua hanya milik orang lain. Jika Anda memiliki pikiran seperti ini, artinya Anda harus bangkit. Jangan diam saja.
Mulailah dengan belajar atau bertanya. Sudah banyak orang yang kondisi tidak beruntung tetapi bisa mendapatkan rumah idaman, mobil, dan ibadah haji. Mungkin mereka beruntung, tetapi itu jangan sampai menghentikan Anda untuk berusaha. Jangan sampai Anda juga mengandalkan keberuntungan datang kepada Anda. Dari pada hidup hanya diisi dengan menunggu keberuntungan, akan lebih baik jika Anda bangkit menjemput keberuntungan.
Tidak Ada Perubahan? Bangkitlah!
Dan yang ketiga, jika Anda sudah lama menjalani hidup tanpa perubahan berarti, artinya ada yang salah dalam hidup Anda. Artinya: Anda harus bangkit.
Mulailah dengan mengembangkan horizon Anda. Tinggalkan cara berpikir di dalam kotak. Berpikirlah sesuatu yang baru, yang akan membawa peningkatan pada hidup Anda. Kemudian, perubahan hanya akan terjadi jika Anda bergerak.
Jika salah satu kasus diatas terjadi pada diri Anda, maka satu kata ini penting bagi Anda: bangkit!
Rabu, 10 November 2010
Surga Diliputi Perkara Yang Dibenci Jiwa, Neraka Diliputi Perkara Yang Disukai Nafsu
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Mengenal kosa kata
Huffat: Berasal dari kata al-hafaf (الحَفَاف) yang berarti sesuatu yang meliputi sesuatu yang lain yang berarti surga dan neraka itu diliputi sesuatu. Seseorang tidak akan memasuki surga dan neraka kecuali setelah melewati hijab terebut. Dalam riwayat Bukhari kata huffat diganti dengan kata hujibat (حُجِبَت ) yang berarti tabir, hijab ataupun pembatas dan keduanya memiliki makna sama. Hal ini ditegaskan Ibnul Arabi sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.
Al-Jannah: Kampung kenikmatan.
Al-Makarih: Perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) berupa ketaatan dan ketundukan terhadap aturan-aturan Allah Ta’ala.
An-Nar: Kampung siksaan dan adzab.
Asy-Syahawat: Nafsu yang condong kepada kejelekan-kejelekan.
Penjelasan ulama tentang hadits ini
Saudariku, semoga Allah merahmatimu. Agar lebih memahami makna hadits diatas alangkah baiknya kita simak penuturan Imam Nawawi rahimahullah berikut ini,
“Para ulama mengatakan,’Hadits ini mengandung kalimat-kalimat yang indah dengan cakupan makna yang luas serta kefasihan bahasa yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Sehingga beliau membuat perumpamaan yang sangat baik dan tepat. Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan masuk surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitupula sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk neraka sehingga ia mengamalkan perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir yang menghiasi surga dan neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai kedalamnya. Tabir surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan tabir neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat. Diantara amalan-amalan yang dibenci jiwa seperti halnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah Ta’ala serta menekuninya, bersabar disaat berat menjalankannya, menahan amarah, memaafkan orang lain, berlaku lemah lembut, bershadaqah, berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah, bersabar untuk tidak memperturutkan hawa nafsu dan yang lainnya. Sementara perkara yang menghiasi neraka adalah perkara-perkara yang disukai syahwat yang jelas keharamannya seperti minum khamr, berzina, memandang wanita yang bukan mahramnya (tanpa hajat), menggunjing, bermain musik dan yang lainnya. Adapun syahwat (baca:keinginan) yang mubah maka tidak termasuk dalam hal ini. Namun makruh hukumnya bila berlebih-lebihan karena dikhawatirkan akan menjerumuskan pada perkara-perkara haram, setidaknya hatinya menjadi kering atau melalaikan hati untuk melakukan ketaatan bahkan bisa jadi hatinya menjadi condong kepada gemerlapnya dunia.”(Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Asy-Syamilah).
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari berkata,
“Yang dimaksud dengan al-makarih (perkara-perkara yang dibenci jiwa) adalah perkara-perkara yang dibebankan kepada seorang hamba baik berupa perintah ataupun larangan dimana ia dituntut bersungguh-sungguh mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan tersebut. Seperti bersungguh sungguh mengerjakan ibadah serta berusaha menjaganya dan menjauhi perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah Ta’ala. Penggunaan kata al-makarih disini disebabkan karena kesulitan dan kesukaran yang ditemui seorang hamba dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Adapun yang dimaksud syahwat disini adalah perkara-perkara yang dilakukan untuk menikmati lezatnya dunia sementara syariat melarangnya. Baik karena perbuatan tersebut haram dikerjakan maupun perbuatan yang membuat pelakunya meninggalkan hal yang dianjurkan. Seakan akan Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan seseorang tidaklah sampai ke surga kecuali setelah melakukan amalan yang dirasa begitu sulit dan berat. Dan sebaliknya seseorang tidak akan sampai ke neraka kecuali setelah menuruti keinginan nafsunya. Surga dan nereka dihijabi oleh dua perkara tersebut, barangsiapa membukanya maka ia sampai kedalamnya. Meskipun dalam hadits tersebut menggunakan kalimat khabar (berita) akan tetapi maksudnya adalah larangan.”(Fathul Baari 18/317, Asy-Syamilah)
Hiasai harimu dengan hadist ini !
Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah memberikan contoh kepada kita bagaimana cara mengaplikasikan hadits ini dalam kehidupan sehari-hari, beliau berkata,
“Kunasehatkan bagi diriku sendiri dan saudaraku sekalian. Jika engkau mendengar adzan telah dikumandangkan ‘hayya alash shalah hayya ‘alal falah’ namun jiwamu merasa benci melaksanakannya, mengulur-ulur waktu dan merasa malas. Ingatkan dirimu tentang hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci jiwa.
Jika kewajiban membayar zakat telah tiba dan jiwamu merasa malas mengeluarkannya serta membagikannya kepada fakir miskin maka ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Jika waktu puasa telah tiba sementara jiwamu merasa enggan menunaikannya, ingatkan dirimu degan hadits ini. Sungguh surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Begitu juga ketika jiwamu merasa malas untuk berbakti kepada orang tua, enggan berbuat baik kepada keduanya dan merasa berat memenuhi hak-haknya, ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa”.
Beliau hafidzahullah juga berkata, “Sebaliknya ketika jiwamu condong kepada perbuatan-perbuatan keji,zina dan perbuatan haram maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diiputi perkara-perkara yang disenangi syahwat. Ingatkan pula jika sekarang engkau lakukan perbuatan ini maka kelak engkau akan masuk neraka.
Jika jiwamu tergoda dengan perbuatan riba, maka ingatkan dirimu bahwa Allah dan rasulNya telah mengharamkannnya dan pelakunya kelak akan masuk neraka.
Begitu juga ketika jiwamu sedang ketagihan minum minuman keras dan minuman haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat.
Ketika jiwamu merasa rindu mendengarkan musik, lagu-lagu dan nyanyian-nyanyian yang telah Allah haramkan atau ketika kedua matamu mulai condong melihat sesuatu yang Allah haramkan berupa vcd-vcd porno, gambar-gambar porno dan pemandangan haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat
Jika engkau selalu menerapkan hadits ini dalam sendi-sendi kehidupanmu dan berusaha menghadirkannya setiap saat maka dengan ijin Allah engkau akan bisa menjauhi perbuatan haram dan memudahkanmu menjalankan ketaatan kepadaNya.”(Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah)
Ingatlah, jiwa manusia itu condong pada kejelekan
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Sesungguhnya jiwa (manusia) itu menyuruh pada kejelekan kecuali jiwa yang dirahmati Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)
Ath-Thabari berkata tentang ayat ini, “Jiwa yang dimaksudkan adalah jiwa para hamba, ia senantiasa memerintahkan pada perkara-perkara yang disenangi nafsu. Sementara hawa nafsu itu jauh dari keridhaan Allah Ta’ala.”(Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Asy-Syamilah)
Saudariku, perhatikanlah nasehat Ibnul Jauzi rahimahullah berikut,
“Ketahuilah, semoga Allah mamberikan taufiq kepadamu. Sesungguhnya watak dasar jiwa manusia itu cinta kepada hawa nafsunya. Telah berlalu penjelasan tentang begitu dasyatnya bahaya hawa nafsu, sehingga untuk menghadapinya engkau membutuhkan kesungguhan dan pertentangan dalam diri jiwamu. Ketika engkau tidak mecegah keinginan hawa nafsumu maka pemikiran-pemikiran sesat (kejelekan-kejelekan) itu akan menyerang sehingga tercapailah keinginan hawa nafsumu.” (Dzammul Hawa, hal.36, Asy-Syamilah)
Hadits penjelas
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwassalam bersabda,
“Ketika surga dan neraka diciptakan, Allah Ta’ala mengutus Jibril ‘alaihissalam pergi ke surga seraya berfirman, ‘Lihatlah ia dan perhatikanlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduknya kelak!”
Nabi shallallahu’alaihi wasallam melanjutkan, “Jibril pun mendatangi, melihat dan memperhatikan segala nikmat yang Allah sediakan bagi penduduk surga. Kemudian Jibril kembali kepada Allah seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang berita surga kecuali ingin memasukinya’.
Kemudian Allah memerintahkan surga sehingga ia diliputi perkara-perkara yang dibenci (jiwa). Lalu Allah Ta’ala memerintahkan Jibril, ‘Kembalilah kepadanya dan lihatlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduk surga!’ Maka Jibrilpun kembali ke surga dan ia temui bahwasanya surga telah diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa manusia. Kemudian Jibril menadatangi Allah Ta’ala seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang bisa memasukinya!’
Lalu Allah memerintahkan,’Pergilah ke neraka, lihatlah dan perhatikanlah siksaan yang Aku sediakan bagi penghuninya kelak!’ Maka ketika dineraka terdapat api yang menyala-nyala dan bertumpuk-tumpuk , Jibril kembali kepada Allah Ta’ala dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu tidak ada seorangpun yang ingin memasukinya.’ Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan agar neraka dipenuhi dengan perkara-perkara yang disukai syahwat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kembalilah padanya!’ Jibrilpun kembali ke neraka dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu, aku khawatir tidak ada seorangpun dari hambaMu yang bisa selamat dari siksaan neraka.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih” . Begitupula Syaikh Al-Albani menilai hadits ini hasan shahih.(Sunan At-Tirmidzi, Asy-Syamilah)
Saudariku, akhirnya kami hanya bisa berdoa semoga kita semua dimasukkan Allah Ta’ala menjadi golongan penghuni surgaNya yang tertinggi dan dijauhkan dari segala jalan yang mengantarkan kita ke nerakaNya.
اَللّهُمَّ إِنِّى أَ سْئَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَملٍ وَ أَعُوْ ذُبِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَمَلٍ
“Ya Allah…aku memohon kepadamu surga dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Dan aku berlindung kepadamu dari siksaan neraka dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan.” (Musnad Imam Ahmad)
Washallahu’ala nabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasallam
Penulis : Ummu Fatimah Umi Farikhah
Murojaah : Ust. Aris Munandar hafidzahullah
Maraji‘ :
Dzammul Hawa, Ibnul Jauzi, Maktabah Asy-Syamilah
Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Maktabah Asy-Syamilah
Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Imam Al-Qurthubi, Maktabah Asy-Syamilah
Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr, www.radiorodja.com
Sunan At-Tirmidzi, Abu ‘Isa Imam At-Tirmidzi, Maktabah Asy-Syamilah
Syarhun Nawawi ‘Ala Muslim, Imam Nawawi, Maktabah Asy-Syamilah
***
Artikel muslimah.or.id
www.tehirma.blogspot.com
READ MORE - Surga Diliputi Perkara Yang Dibenci Jiwa, Neraka Diliputi Perkara Yang Disukai Nafsu
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Mengenal kosa kata
Huffat: Berasal dari kata al-hafaf (الحَفَاف) yang berarti sesuatu yang meliputi sesuatu yang lain yang berarti surga dan neraka itu diliputi sesuatu. Seseorang tidak akan memasuki surga dan neraka kecuali setelah melewati hijab terebut. Dalam riwayat Bukhari kata huffat diganti dengan kata hujibat (حُجِبَت ) yang berarti tabir, hijab ataupun pembatas dan keduanya memiliki makna sama. Hal ini ditegaskan Ibnul Arabi sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.
Al-Jannah: Kampung kenikmatan.
Al-Makarih: Perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) berupa ketaatan dan ketundukan terhadap aturan-aturan Allah Ta’ala.
An-Nar: Kampung siksaan dan adzab.
Asy-Syahawat: Nafsu yang condong kepada kejelekan-kejelekan.
Penjelasan ulama tentang hadits ini
Saudariku, semoga Allah merahmatimu. Agar lebih memahami makna hadits diatas alangkah baiknya kita simak penuturan Imam Nawawi rahimahullah berikut ini,
“Para ulama mengatakan,’Hadits ini mengandung kalimat-kalimat yang indah dengan cakupan makna yang luas serta kefasihan bahasa yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Sehingga beliau membuat perumpamaan yang sangat baik dan tepat. Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan masuk surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitupula sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk neraka sehingga ia mengamalkan perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir yang menghiasi surga dan neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai kedalamnya. Tabir surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan tabir neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat. Diantara amalan-amalan yang dibenci jiwa seperti halnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah Ta’ala serta menekuninya, bersabar disaat berat menjalankannya, menahan amarah, memaafkan orang lain, berlaku lemah lembut, bershadaqah, berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah, bersabar untuk tidak memperturutkan hawa nafsu dan yang lainnya. Sementara perkara yang menghiasi neraka adalah perkara-perkara yang disukai syahwat yang jelas keharamannya seperti minum khamr, berzina, memandang wanita yang bukan mahramnya (tanpa hajat), menggunjing, bermain musik dan yang lainnya. Adapun syahwat (baca:keinginan) yang mubah maka tidak termasuk dalam hal ini. Namun makruh hukumnya bila berlebih-lebihan karena dikhawatirkan akan menjerumuskan pada perkara-perkara haram, setidaknya hatinya menjadi kering atau melalaikan hati untuk melakukan ketaatan bahkan bisa jadi hatinya menjadi condong kepada gemerlapnya dunia.”(Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Asy-Syamilah).
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari berkata,
“Yang dimaksud dengan al-makarih (perkara-perkara yang dibenci jiwa) adalah perkara-perkara yang dibebankan kepada seorang hamba baik berupa perintah ataupun larangan dimana ia dituntut bersungguh-sungguh mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan tersebut. Seperti bersungguh sungguh mengerjakan ibadah serta berusaha menjaganya dan menjauhi perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah Ta’ala. Penggunaan kata al-makarih disini disebabkan karena kesulitan dan kesukaran yang ditemui seorang hamba dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Adapun yang dimaksud syahwat disini adalah perkara-perkara yang dilakukan untuk menikmati lezatnya dunia sementara syariat melarangnya. Baik karena perbuatan tersebut haram dikerjakan maupun perbuatan yang membuat pelakunya meninggalkan hal yang dianjurkan. Seakan akan Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan seseorang tidaklah sampai ke surga kecuali setelah melakukan amalan yang dirasa begitu sulit dan berat. Dan sebaliknya seseorang tidak akan sampai ke neraka kecuali setelah menuruti keinginan nafsunya. Surga dan nereka dihijabi oleh dua perkara tersebut, barangsiapa membukanya maka ia sampai kedalamnya. Meskipun dalam hadits tersebut menggunakan kalimat khabar (berita) akan tetapi maksudnya adalah larangan.”(Fathul Baari 18/317, Asy-Syamilah)
Hiasai harimu dengan hadist ini !
Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah memberikan contoh kepada kita bagaimana cara mengaplikasikan hadits ini dalam kehidupan sehari-hari, beliau berkata,
“Kunasehatkan bagi diriku sendiri dan saudaraku sekalian. Jika engkau mendengar adzan telah dikumandangkan ‘hayya alash shalah hayya ‘alal falah’ namun jiwamu merasa benci melaksanakannya, mengulur-ulur waktu dan merasa malas. Ingatkan dirimu tentang hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci jiwa.
Jika kewajiban membayar zakat telah tiba dan jiwamu merasa malas mengeluarkannya serta membagikannya kepada fakir miskin maka ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Jika waktu puasa telah tiba sementara jiwamu merasa enggan menunaikannya, ingatkan dirimu degan hadits ini. Sungguh surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Begitu juga ketika jiwamu merasa malas untuk berbakti kepada orang tua, enggan berbuat baik kepada keduanya dan merasa berat memenuhi hak-haknya, ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa”.
Beliau hafidzahullah juga berkata, “Sebaliknya ketika jiwamu condong kepada perbuatan-perbuatan keji,zina dan perbuatan haram maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diiputi perkara-perkara yang disenangi syahwat. Ingatkan pula jika sekarang engkau lakukan perbuatan ini maka kelak engkau akan masuk neraka.
Jika jiwamu tergoda dengan perbuatan riba, maka ingatkan dirimu bahwa Allah dan rasulNya telah mengharamkannnya dan pelakunya kelak akan masuk neraka.
Begitu juga ketika jiwamu sedang ketagihan minum minuman keras dan minuman haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat.
Ketika jiwamu merasa rindu mendengarkan musik, lagu-lagu dan nyanyian-nyanyian yang telah Allah haramkan atau ketika kedua matamu mulai condong melihat sesuatu yang Allah haramkan berupa vcd-vcd porno, gambar-gambar porno dan pemandangan haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat
Jika engkau selalu menerapkan hadits ini dalam sendi-sendi kehidupanmu dan berusaha menghadirkannya setiap saat maka dengan ijin Allah engkau akan bisa menjauhi perbuatan haram dan memudahkanmu menjalankan ketaatan kepadaNya.”(Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah)
Ingatlah, jiwa manusia itu condong pada kejelekan
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Sesungguhnya jiwa (manusia) itu menyuruh pada kejelekan kecuali jiwa yang dirahmati Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)
Ath-Thabari berkata tentang ayat ini, “Jiwa yang dimaksudkan adalah jiwa para hamba, ia senantiasa memerintahkan pada perkara-perkara yang disenangi nafsu. Sementara hawa nafsu itu jauh dari keridhaan Allah Ta’ala.”(Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Asy-Syamilah)
Saudariku, perhatikanlah nasehat Ibnul Jauzi rahimahullah berikut,
“Ketahuilah, semoga Allah mamberikan taufiq kepadamu. Sesungguhnya watak dasar jiwa manusia itu cinta kepada hawa nafsunya. Telah berlalu penjelasan tentang begitu dasyatnya bahaya hawa nafsu, sehingga untuk menghadapinya engkau membutuhkan kesungguhan dan pertentangan dalam diri jiwamu. Ketika engkau tidak mecegah keinginan hawa nafsumu maka pemikiran-pemikiran sesat (kejelekan-kejelekan) itu akan menyerang sehingga tercapailah keinginan hawa nafsumu.” (Dzammul Hawa, hal.36, Asy-Syamilah)
Hadits penjelas
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwassalam bersabda,
“Ketika surga dan neraka diciptakan, Allah Ta’ala mengutus Jibril ‘alaihissalam pergi ke surga seraya berfirman, ‘Lihatlah ia dan perhatikanlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduknya kelak!”
Nabi shallallahu’alaihi wasallam melanjutkan, “Jibril pun mendatangi, melihat dan memperhatikan segala nikmat yang Allah sediakan bagi penduduk surga. Kemudian Jibril kembali kepada Allah seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang berita surga kecuali ingin memasukinya’.
Kemudian Allah memerintahkan surga sehingga ia diliputi perkara-perkara yang dibenci (jiwa). Lalu Allah Ta’ala memerintahkan Jibril, ‘Kembalilah kepadanya dan lihatlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduk surga!’ Maka Jibrilpun kembali ke surga dan ia temui bahwasanya surga telah diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa manusia. Kemudian Jibril menadatangi Allah Ta’ala seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang bisa memasukinya!’
Lalu Allah memerintahkan,’Pergilah ke neraka, lihatlah dan perhatikanlah siksaan yang Aku sediakan bagi penghuninya kelak!’ Maka ketika dineraka terdapat api yang menyala-nyala dan bertumpuk-tumpuk , Jibril kembali kepada Allah Ta’ala dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu tidak ada seorangpun yang ingin memasukinya.’ Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan agar neraka dipenuhi dengan perkara-perkara yang disukai syahwat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kembalilah padanya!’ Jibrilpun kembali ke neraka dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu, aku khawatir tidak ada seorangpun dari hambaMu yang bisa selamat dari siksaan neraka.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih” . Begitupula Syaikh Al-Albani menilai hadits ini hasan shahih.(Sunan At-Tirmidzi, Asy-Syamilah)
Saudariku, akhirnya kami hanya bisa berdoa semoga kita semua dimasukkan Allah Ta’ala menjadi golongan penghuni surgaNya yang tertinggi dan dijauhkan dari segala jalan yang mengantarkan kita ke nerakaNya.
اَللّهُمَّ إِنِّى أَ سْئَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَملٍ وَ أَعُوْ ذُبِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَمَلٍ
“Ya Allah…aku memohon kepadamu surga dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Dan aku berlindung kepadamu dari siksaan neraka dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan.” (Musnad Imam Ahmad)
Washallahu’ala nabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasallam
Penulis : Ummu Fatimah Umi Farikhah
Murojaah : Ust. Aris Munandar hafidzahullah
Maraji‘ :
Dzammul Hawa, Ibnul Jauzi, Maktabah Asy-Syamilah
Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Maktabah Asy-Syamilah
Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Imam Al-Qurthubi, Maktabah Asy-Syamilah
Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr, www.radiorodja.com
Sunan At-Tirmidzi, Abu ‘Isa Imam At-Tirmidzi, Maktabah Asy-Syamilah
Syarhun Nawawi ‘Ala Muslim, Imam Nawawi, Maktabah Asy-Syamilah
***
Artikel muslimah.or.id
www.tehirma.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)
Minggu, 28 November 2010
CARA MEMILIH KARYAWAN YANG BERPOTENSI PRODUKTIF DAN SUKSES
Jadi, pesan apakah yang ingin saya sampaikan berkenaan dengan cara merevolusi produktivitas SDM?
Yang ingin saya katakan ialah, bahwa program pelatihan saja, dan atau program motivasi saja, jika tidak disertai dengan orang dan situasi yang tepat, tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan!
Seperti halnya kita tidak bisa memaksa seekor kuda untuk minum air, kitapun tidak akan bisa memaksa seseorang untuk melakukan hal yang tidak ingin dilakukannya!
Sekalipun dengan ancaman atau iming-iming hadiah, seseorang bisa saja nampak berprilaku seperti yang kita inginkan, namun itu sifatnya sementara dan superfisial. Dalam waktu singkat, ia akan kembali kepada prilakunya yang semula, kembali kehabitatnya!
Itulah jawaban atas banyak keluhan pebisnis yang merasa frustrasi terhadap prilaku karyawan atau bawahannya, yang selalu harus dimandori dalam bekerja, jika ingin berhasil baik; atau ibaratnya seperti polisi mengawasi maling. Jika kita lengah, maka akan terjadi kerugian.
Pertanyaannya: Apakah karyawan bersangkutan sengaja melakukan perbuatan yang marginal atau tercela, ataukah tidak?
Tergantung siapa yang anda tanya. Jika ia adalah Optimist, maka ia akan menjawab, “Tidak sengaja”. Namun jika ia adalah Pessimist, maka kemungkinan akan dijawab, “Ya, mereka memang sengaja!”
Apapun jawabannya, apakah seseorang itu sengaja atau tidak sengaja berprilaku marginal atau negatif, yang pasti adalah kinerja orang itu marginal atau bahkan buruk!
Namun menurut hemat saya, secara logis, seyogyanya jarang ada orang yang tidak ingin dihargai dan dihormati karena prestasinya. Secara manusiawi, hampir semua orang ingin sukses, ingin dihargai dan dipuji, bukankah demikian?
Jadi, jika ada orang yang sekalipun telah dilatih dan dimotivasi –apalagi berulang kali-, tetap saja berprilaku dan berkinerja marginal atau buruk, rasanya ada ‘something wrong in him’, ada yang keliru dalam diri orang seperti itu, apakah itu?
Kalau menurut pengalaman saya, yang salah itu bukan orangnya, dan bukan pula pekerjaannya, serta bukan orang yang menyuruhnya melakukan pekerjaan; melainkan ketidak tepatan antara potensi orang, dengan bidang pekerjaan yang diminta untuk dilakukannya.
Untuk mudahnya, saya bisa mengatakan bahwa kemungkinannya adalah, “He is the right man with the wrong job”, atau bahkan, “He is the wrong man with the wrong job”
Jika persoalannya adalah demikian, maka pilihannya hanya satu diantara dua: Mengganti orangnya, atau mengganti pekerjaannya!
Saudaraku, saya serius. Kita tidak akan bisa meningkatkan kinerja seseorang yang pekerjaannya tidak sesuai dengan potensinya, bagaimanapun kita melatih dan memotivasinya.
Seperti kata pepatah, “Katak tidak bisa jadi lembu”, maka demikian juga dengan karyawan. Jika kita salah merekrut dan menempatkan orang, maka sampai kapanpun ia tidak akan bisa menjadi karyawan yang produktif dan sukses.
Sekalipun orang yang bersangkutan berkemauan keras untuk berubah, namun jika ia tidak potensial untuk sukses, iapun tidak akan bisa sukses. Ia bisa menjadi lebih baik, namun nyaris mustahil untuk menjadi yang terbaik!
Untuk menjadi yang terbaik, untuk mendapat sukses besar, diperlukan bukan hanya sekedar kemauan, melainkan juga bakat, kerja keras, dan kesempatan.
Sekalipun saya menguasai Hypno-Therapy, saya tidak bisa membuat orang yang mempunyai warna suara ‘tenor’ misalnya, menjadi ‘bass’. Saya bisa mensugestinya agar ia percaya bahwa ia berwarna suara ‘bass’, namun saya tidak bisa merubah realita bahwa warna suaranya adalah tetap ‘tenor’.
Dengan kata lain, sekalipun mengunakan Hypno-Therapy, kita tidak bisa mengadakan hal yang tidak ada pada diri seseorang.
Jadi saran saya, cara terbaik dan termudah, serta termurah untuk merevolusi kinerja dan produktivitas SDM adalah pertama-tama, dengan cara memastikan bahwa setiap karyawan anda adalah orang yang tepat untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Lakukanlah atau mintalah profesional yang ahli dalam Aptitude Test, untuk mengetahui bakat atau potensi setiap karyawan (atau calon karyawan) dalam relevansinya terhadap uraian pekerjaan yang (akan) diembannya.
Bagi karyawan yang telah bekerja, bisa dilakukan mutasi, kebagian yang sesuai dengan potensi terbaiknya.
Jika ditemukan ada karyawan yang potensi dan bakatnya sama sekali tidak sesuai dengan posisi yang ada didalam perusahaan, dan selama ini memang terbukti ia tidak bisa bekerja dengan baik, maka solusi yang terbaik untuk kemajuan kedua belah pihak adalah, memintanya pindah perusahaan!
Jika seseorang tidak menyukai bidang sales misalnya, bagaimanapun seringnya ia dilatih dan dimotivasi dengan selling skills dan sebagainya, ia tidak akan bisa menjadi the best sales performer!
Demikian juga, jika seseorang tidak berbakat atau tidak berpotensi menjadi leader, bagaimanapun ia dikatrol dan dilatih ilmu kepemimpinan, ia akan nyaris mustahil menjadi pemimpin yang baik.
Ada orang yang potensi dan bakatnya adalah menjadi pengikut dan pelaksana. Ia akan bisa menjadi the best sales performer misalnya; namun ketika dipromosikan menjadi supervisor atau manager, bisa saja kinerja dan prilakunya menjadi buruk; yang mengakibatkan perusahaan rugi dua kali: Pertama, kehilangan sales, karena salesman terbaiknya dijadikan supervisor atau manager. Kedua, kehilangan kekompakan team, karena dipimpin oleh bad leader!
Jadi dengan mengetahui bakat serta potensi terbaik seseorang, ia bisa ditempatkan pada posisi yang tepat. Dan dengan tambahan pelatihan dan kepemimpinan yang baik, ia akan bisa mengembangkan potensi dirinya kelevel yang optimal dan menghasilkan prestasi terbaik.
Ibaratnya adalah seperti mengajar anak rajawali untuk terbang, atau mengajar anak itik untuk berenang. Suatu pekerjaan yang mudah, bagi kedua belah pihak –yang diajar, dan yang mengajar-, karena alami!
Jika dibalik, mengajar anak rajawali untuk berenang, dan atau mengajar anak itik untuk terbang seperti rajawali, adalah pekerjaan mustahil.
Bagaimanapun besarnya kemauan si anak rajawali untuk bisa berenang, serta bagaimanapun hebatnya sang trainer melatih dan memotivasinya, berenang tetaplah merupakan pekerjaan yang nyaris mustahil bagi rajawali.
Setelah memiliki orang yang berpotensi untuk produktif dan sukses, barulah tugas perusahaan untuk membina dan memberdayakan potensi itu, untuk kepentingan bersama, dengan cara seperti yang saya uraikan sebelumnya.
Itulah mungkin arti penting dari pepatah, “The right man on the right place in the right time!”
dikutif dari facebook Indonesia Inc
Yang ingin saya katakan ialah, bahwa program pelatihan saja, dan atau program motivasi saja, jika tidak disertai dengan orang dan situasi yang tepat, tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan!
Seperti halnya kita tidak bisa memaksa seekor kuda untuk minum air, kitapun tidak akan bisa memaksa seseorang untuk melakukan hal yang tidak ingin dilakukannya!
Sekalipun dengan ancaman atau iming-iming hadiah, seseorang bisa saja nampak berprilaku seperti yang kita inginkan, namun itu sifatnya sementara dan superfisial. Dalam waktu singkat, ia akan kembali kepada prilakunya yang semula, kembali kehabitatnya!
Itulah jawaban atas banyak keluhan pebisnis yang merasa frustrasi terhadap prilaku karyawan atau bawahannya, yang selalu harus dimandori dalam bekerja, jika ingin berhasil baik; atau ibaratnya seperti polisi mengawasi maling. Jika kita lengah, maka akan terjadi kerugian.
Pertanyaannya: Apakah karyawan bersangkutan sengaja melakukan perbuatan yang marginal atau tercela, ataukah tidak?
Tergantung siapa yang anda tanya. Jika ia adalah Optimist, maka ia akan menjawab, “Tidak sengaja”. Namun jika ia adalah Pessimist, maka kemungkinan akan dijawab, “Ya, mereka memang sengaja!”
Apapun jawabannya, apakah seseorang itu sengaja atau tidak sengaja berprilaku marginal atau negatif, yang pasti adalah kinerja orang itu marginal atau bahkan buruk!
Namun menurut hemat saya, secara logis, seyogyanya jarang ada orang yang tidak ingin dihargai dan dihormati karena prestasinya. Secara manusiawi, hampir semua orang ingin sukses, ingin dihargai dan dipuji, bukankah demikian?
Jadi, jika ada orang yang sekalipun telah dilatih dan dimotivasi –apalagi berulang kali-, tetap saja berprilaku dan berkinerja marginal atau buruk, rasanya ada ‘something wrong in him’, ada yang keliru dalam diri orang seperti itu, apakah itu?
Kalau menurut pengalaman saya, yang salah itu bukan orangnya, dan bukan pula pekerjaannya, serta bukan orang yang menyuruhnya melakukan pekerjaan; melainkan ketidak tepatan antara potensi orang, dengan bidang pekerjaan yang diminta untuk dilakukannya.
Untuk mudahnya, saya bisa mengatakan bahwa kemungkinannya adalah, “He is the right man with the wrong job”, atau bahkan, “He is the wrong man with the wrong job”
Jika persoalannya adalah demikian, maka pilihannya hanya satu diantara dua: Mengganti orangnya, atau mengganti pekerjaannya!
Saudaraku, saya serius. Kita tidak akan bisa meningkatkan kinerja seseorang yang pekerjaannya tidak sesuai dengan potensinya, bagaimanapun kita melatih dan memotivasinya.
Seperti kata pepatah, “Katak tidak bisa jadi lembu”, maka demikian juga dengan karyawan. Jika kita salah merekrut dan menempatkan orang, maka sampai kapanpun ia tidak akan bisa menjadi karyawan yang produktif dan sukses.
Sekalipun orang yang bersangkutan berkemauan keras untuk berubah, namun jika ia tidak potensial untuk sukses, iapun tidak akan bisa sukses. Ia bisa menjadi lebih baik, namun nyaris mustahil untuk menjadi yang terbaik!
Untuk menjadi yang terbaik, untuk mendapat sukses besar, diperlukan bukan hanya sekedar kemauan, melainkan juga bakat, kerja keras, dan kesempatan.
Sekalipun saya menguasai Hypno-Therapy, saya tidak bisa membuat orang yang mempunyai warna suara ‘tenor’ misalnya, menjadi ‘bass’. Saya bisa mensugestinya agar ia percaya bahwa ia berwarna suara ‘bass’, namun saya tidak bisa merubah realita bahwa warna suaranya adalah tetap ‘tenor’.
Dengan kata lain, sekalipun mengunakan Hypno-Therapy, kita tidak bisa mengadakan hal yang tidak ada pada diri seseorang.
Jadi saran saya, cara terbaik dan termudah, serta termurah untuk merevolusi kinerja dan produktivitas SDM adalah pertama-tama, dengan cara memastikan bahwa setiap karyawan anda adalah orang yang tepat untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Lakukanlah atau mintalah profesional yang ahli dalam Aptitude Test, untuk mengetahui bakat atau potensi setiap karyawan (atau calon karyawan) dalam relevansinya terhadap uraian pekerjaan yang (akan) diembannya.
Bagi karyawan yang telah bekerja, bisa dilakukan mutasi, kebagian yang sesuai dengan potensi terbaiknya.
Jika ditemukan ada karyawan yang potensi dan bakatnya sama sekali tidak sesuai dengan posisi yang ada didalam perusahaan, dan selama ini memang terbukti ia tidak bisa bekerja dengan baik, maka solusi yang terbaik untuk kemajuan kedua belah pihak adalah, memintanya pindah perusahaan!
Jika seseorang tidak menyukai bidang sales misalnya, bagaimanapun seringnya ia dilatih dan dimotivasi dengan selling skills dan sebagainya, ia tidak akan bisa menjadi the best sales performer!
Demikian juga, jika seseorang tidak berbakat atau tidak berpotensi menjadi leader, bagaimanapun ia dikatrol dan dilatih ilmu kepemimpinan, ia akan nyaris mustahil menjadi pemimpin yang baik.
Ada orang yang potensi dan bakatnya adalah menjadi pengikut dan pelaksana. Ia akan bisa menjadi the best sales performer misalnya; namun ketika dipromosikan menjadi supervisor atau manager, bisa saja kinerja dan prilakunya menjadi buruk; yang mengakibatkan perusahaan rugi dua kali: Pertama, kehilangan sales, karena salesman terbaiknya dijadikan supervisor atau manager. Kedua, kehilangan kekompakan team, karena dipimpin oleh bad leader!
Jadi dengan mengetahui bakat serta potensi terbaik seseorang, ia bisa ditempatkan pada posisi yang tepat. Dan dengan tambahan pelatihan dan kepemimpinan yang baik, ia akan bisa mengembangkan potensi dirinya kelevel yang optimal dan menghasilkan prestasi terbaik.
Ibaratnya adalah seperti mengajar anak rajawali untuk terbang, atau mengajar anak itik untuk berenang. Suatu pekerjaan yang mudah, bagi kedua belah pihak –yang diajar, dan yang mengajar-, karena alami!
Jika dibalik, mengajar anak rajawali untuk berenang, dan atau mengajar anak itik untuk terbang seperti rajawali, adalah pekerjaan mustahil.
Bagaimanapun besarnya kemauan si anak rajawali untuk bisa berenang, serta bagaimanapun hebatnya sang trainer melatih dan memotivasinya, berenang tetaplah merupakan pekerjaan yang nyaris mustahil bagi rajawali.
Setelah memiliki orang yang berpotensi untuk produktif dan sukses, barulah tugas perusahaan untuk membina dan memberdayakan potensi itu, untuk kepentingan bersama, dengan cara seperti yang saya uraikan sebelumnya.
Itulah mungkin arti penting dari pepatah, “The right man on the right place in the right time!”
dikutif dari facebook Indonesia Inc
Senin, 22 November 2010
Hanya Kepada-Mu Aku Berlindung
Barangsiapa yang bergantung kepada selain Allah, niscaya dia akan ditelantarkan. Sebab hanya Allah satu-satunya tempat berlindung, meminta keselamatan, dan tumpuan harapan. Allah, Rabb yang menguasai segenap langit dan bumi, tidak ada satupun makhluk yang luput dari kekuasaan dan ilmu-Nya. Segala manfaat dan madharat berada di tangan-Nya. Maka sungguh mengherankan apabila manusia yang lemah bersandar kepada sesama makhluk yang lemah pula, mengapa dia tidak menyandarkan urusannya kepada Allah ta’ala yang maha kuasa ?
Bukankah setiap hari, di setiap kali shalat, bahkan dalam setiap raka’at shalat kita selalu membaca ayat yang mulia, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’; hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan… Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya. Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita… Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan kepada Allah saja hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar beriman.” (QS. al-Ma’idah: 23).
Ayat yang mulia ini menunjukkan kewajiban menggantungkan hati semata-mata kepada Allah, bukan kepada selain-Nya. Tawakal adalah ibadah. Barangsiapa menujukan ibadah itu kepada selain Allah maka dia telah melakukan kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 256)
Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi kebutuhannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Dia pasti akan mencukupinya…” (QS. ath-Thalaq: 3).
Ayat yang agung ini menunjukkan bahwasanya tawakal merupakan salah satu sebab utama untuk bisa mendapatkan kemanfaatan maupun menolak kemadharatan. Tawakal adalah kewajiban dan ibadah. Barangsiapa yang menujukan ibadah ini kepada selain Allah maka dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 260)
Salah satu bentuk perbuatan bergantung kepada selain Allah adalah dengan meminta perlindungan dan keselamatan hidup kepada selain Allah, entah itu jin, penghuni kubur ataupun yang lainnya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Janganlah kamu menyeru kepada selain Allah, sesuatu yang jelas tidak menjamin manfaat maupun madharat kepadamu, apabila kamu tetap melakukannya niscaya kamu termasuk golongan orang-orang yang zalim.” (QS. Yunus: 106).
Mendatangkan manfaat dan menolak madharat adalah kekhususan yang dimiliki Allah. Barangsiapa yang berdoa kepada selain Allah dan dia meyakini bahwasanya yang dia seru itu menguasai kemanfaatan dan kemadharatan sebagai sekutu bagi Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 104)
Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Dan apabila Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya selain Dia, dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang bisa menolak keutamaan dari-Nya. Allah timpakan musibah kepada siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107).
Ayat yang agung ini menunjukkan bahwa menyingkap keburukan/bahaya dan mendatangkan manfaat merupakan kekhususan Allah ‘azza wa jalla. Barangsiapa yang mencari hal itu dari selain Allah sesungguhnya dia telah berbuat kemusyrikan (lihat al-Jadid fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 105)
Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa kesempurnaan iman dan tauhid seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sesembahan dan tempat berlindung selain-Nya. Kalau Allah yang menguasai hidup dan mati kita, lalu mengapa kita gantungkan hati kita kepada jin dan benda-benda mati yang tidak menguasai apa-apa?!
penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Sabtu, 20 November 2010
Memahami Hakikat Syirik
Syirik merupakan dosa paling besar, kezaliman yang paling zalim, dosa yang tidak akan diampuni Allah, dan pelakunya diharamkan masuk surga serta seluruh amal yang pernah dilakukannya selama di dunia akan hangus dan sia-sia. Oleh sebab itu mengenal hakikat syirik dan bahayanya adalah perkara yang sangat penting.
Dosa yang paling besar
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisaa’ : 48, 116).
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Dengan ayat ini maka jelaslah bahwasanya syirik adalah dosa yang paling besar. Karena Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuninya bagi orang yang tidak bertaubat darinya (Fathul Majid).
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar ? Maka beliau menjawab, “Yaitu engkau mengangkat tandingan/sekutu bagi Allah (dalam beribadah) padahal Dia lah yang telah menciptakanmu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang lain dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari ayahnya, ayahnya berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar ?. Beliau bertanya sebanyak tiga kali. Para sahabat menjawab, “Mau wahai Rasulullah! Lalu beliau bersabda, “Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. Lalu beliau duduk tegak setelah sebelumnya bersandar seraya melanjutkan sabdanya, “Ingatlah, begitu juga berkata-kata dusta. Beliau mengulang-ulang kalimat itu sampai-sampai aku bergumam karena kasihan, “Mudah-mudahan beliau diam. (HR. Bukhari dan Muslim).
Oleh karena itulah, Adz Dzahabi yang menulis kitab Al Kaba’ir menempatkan dosa syirik kepada Allah sebagai dosa besar nomor satu sebelum dosa-dosa yang lainnya. Beliau berkata, “Dosa besar yang terbesar adalah kesyirikan kepada Allah ta’ala.. (Al Kaba’ir)
Kezaliman yang paling zalim
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan (QS. Al Hadiid : 25).
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa di dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya supaya manusia menegakkan al qisth yaitu keadilan. Salah satu nilai keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok keadilan yang terbesar dan pilar penegaknya. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil (Ad Daa’ wa Ad Dawaa’).
Perhatikanlah firman Allah yang mulia yang mengisahkan nasehat seorang ayah yang bijak kepada puteranya, yang artinya,
“Wahai puteraku, janganlah berbuat syirik kepada Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar. (QS. Luqman : 13).
Ibadah adalah hak Allah, maka memperuntukkan ibadah kepada selain Allah adalah pelanggaran hak. Oleh sebab itu syirik disebut sebagai kezaliman, bahkan inilah kezaliman terbesar yang harus ditumpas oleh umat manusia! Sampai-sampai beberapa hari menjelang wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih sempat memperingatkan umat dari bahaya syirik dalam masalah kuburan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu. ‘Aisyah mengatakan, “Beliau memberikan peringatan keras dari perbuatan mereka itu. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pelanggaran terhadap hak Sang pencipta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba dan hak hamba atas Allah ? Maka Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu Rasul bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedangkan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan menyiksa hamba yang tidak mepersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.(HR. Al Bukhari dan Muslim).
Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata, Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala memiliki hak yang harus ditunaikan oleh para hamba. Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak ini maka sesungguhnya dia telah menyia-nyiakan hak yang paling agung. (Hushul Al Ma’mul)
Dosa yang tak terampuni
Seandainya seorang hamba berjumpa dengan Allah ta’ala dengan dosa sepenuh bumi niscaya Allah akan mengampuni dosa itu semua, akan tetapi tidak demikian halnya bila dosa itu adalah syirik. Allah ta’ala berfirman melalui lisan Nabi-Nya dalam sebuah hadits qudsi,
“Wahai anak Adam, seandainya engkau menjumpai-Ku dengan membawa dosa kesalahan sepenuh bumi dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku, niscaya Akupun akan menjumpaimu dengan ampunan sepenuh itu pula (HR. Tirmidzi, disahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah 127).
Bahkan, di dalam Al Qur’an Allah telah menegaskan dalam firman-Nya yang artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa yang berada di bawah tingkatan syirik bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya (QS. An Nisaa’ : 48 dan 116).
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia tidak akan mengampuni dosa syirik, artinya Dia tidak mengampuni hamba yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan musyrik, dan (Dia mengampuni dosa yang dibawahnya bagi orang yang dikehendaki-Nya); yaitu dosa-dosa (selain syirik-pent) yang akan Allah ampuni kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. ( Tafsir Ibnu Katsir).
Kekal di dalam neraka
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka Jahannam dan kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek ciptaan. (QS. Al Bayyinah : 6).
Dari Jabir radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya, niscaya masuk surga. Dan barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan memepersekutukan sesuatu dengan-Nya, maka dia masuk neraka. (HR. Muslim)
Pemusnah pahala amalan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya ? Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid. Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya ? Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu. Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Qur’an. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ? Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur’an karena-Mu. Allah berfirman, Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Qur’an supaya disebut sebagai Qari’. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. (HR. Muslim).
Kehilangan rasa aman dan petunjuk
Allah ta’ala berfirman yang artinya,
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan merekalah orang yang mendapatkan hidayah (QS. Al An’aam : 82).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ketika ayat ini diturunkan para sahabat mengatakan, Wahai Rasulullah. Siapakah di antara kita ini yang tidak melakukan kezaliman terhadap dirinya? Maka Rasulullah pun menjawab, Maksud ayat itu tidak seperti yang kalian katakan. Sebab makna,Tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman adalah (tidak mencampurinya) dengan kesyirikan. Bukankah kalian pernah mendengar ucapan Luqman kepada puteranya,Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar. (HR. Bukhari).
Semoga Allah menyelamatkan diri kita dari bahaya syirik, yang tampak maupun yang tersembunyi.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Jumat, 12 November 2010
Haruskah Saya Bangkit??
“Kenapa harus bangkit? Saya tidak jatuh.” Bangkit tidak selama bagi orang yang baru saja jatuh. Bagi orang yang yang baru saja jatuh, bangkit adalah sebuah keharusan. Lalu bagaimana jika seseorang yang tidak jatuh, apakah harus bangkit juga?
Pertama: banyak orang yang tidak sadar kalau dia sebenarnya sedang jatuh. Yang kedua: bisa jadi seseorang itu tidak akan jatuh karena dia sudah berada di dasar. Dan yang ketiga: siapa pun Anda, jika ingin mengubah hidup ke kehidupan yang lebih tinggi. Jika Anda salah satu dari ketiga orang ini, maka Anda harus bangkit. Setidaknya, saya termasuk kelompok yang ketiga. Bagaimana dengan Anda?
Mimpi Buruk? Anda Harus Bangkit!
Salah satu ciri orang yang harus bangkit ialah orang yang sedang merasakan mimpi buruk dalam hidupnya. Jika kehidupan Anda serasa sebuah mimpi buruk, maka langkah satu-satunya ialah Anda harus bangun dari “tidur panjang” Anda. Anda harus bangkit.
Semua masalah Anda yang menghimpit tidak akan sirna begitu saja hanya dengan dikeluhkan. Tidak akan hilang hanya dengan dipikirkan saja. Yang harus Anda pikirkan ialah solusinya. Inilah langkah awal Anda untuk bangkit. Saat Anda sudah menemukan solusinya, langkah selanjutnya ialah bertindak.
Terlepas apakah solusi itu akan berhasil atau tidak, Anda harus tetap bertindak. Ambil langkah awal sesegera mungkin. Inilah satu-satunya cara untuk bangkit: bertindak. Bukan diam. Bukan menyerah. Bukan menunggu orang lain yang menggelar karpet merah untuk Anda. Bangkitlah! Ambillah tindakan.
Mimpi Di Siang Bolong? Anda Harus Bangkit!
Ciri kedua orang yang harus ialah mereka yang menginginkan sesuatu, tetapi keinginan itu hanya tersimpan di angan-angan. Anda ingin mobil, rumah idaman, atau ibadah haji, tetapi hanya di mulut dan di hati saja. Seolah, semua itu jauh dari Anda. Seolah itu semua hanya milik orang lain. Jika Anda memiliki pikiran seperti ini, artinya Anda harus bangkit. Jangan diam saja.
Mulailah dengan belajar atau bertanya. Sudah banyak orang yang kondisi tidak beruntung tetapi bisa mendapatkan rumah idaman, mobil, dan ibadah haji. Mungkin mereka beruntung, tetapi itu jangan sampai menghentikan Anda untuk berusaha. Jangan sampai Anda juga mengandalkan keberuntungan datang kepada Anda. Dari pada hidup hanya diisi dengan menunggu keberuntungan, akan lebih baik jika Anda bangkit menjemput keberuntungan.
Tidak Ada Perubahan? Bangkitlah!
Dan yang ketiga, jika Anda sudah lama menjalani hidup tanpa perubahan berarti, artinya ada yang salah dalam hidup Anda. Artinya: Anda harus bangkit.
Mulailah dengan mengembangkan horizon Anda. Tinggalkan cara berpikir di dalam kotak. Berpikirlah sesuatu yang baru, yang akan membawa peningkatan pada hidup Anda. Kemudian, perubahan hanya akan terjadi jika Anda bergerak.
Jika salah satu kasus diatas terjadi pada diri Anda, maka satu kata ini penting bagi Anda: bangkit!
Rabu, 10 November 2010
Surga Diliputi Perkara Yang Dibenci Jiwa, Neraka Diliputi Perkara Yang Disukai Nafsu
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Mengenal kosa kata
Huffat: Berasal dari kata al-hafaf (الحَفَاف) yang berarti sesuatu yang meliputi sesuatu yang lain yang berarti surga dan neraka itu diliputi sesuatu. Seseorang tidak akan memasuki surga dan neraka kecuali setelah melewati hijab terebut. Dalam riwayat Bukhari kata huffat diganti dengan kata hujibat (حُجِبَت ) yang berarti tabir, hijab ataupun pembatas dan keduanya memiliki makna sama. Hal ini ditegaskan Ibnul Arabi sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.
Al-Jannah: Kampung kenikmatan.
Al-Makarih: Perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) berupa ketaatan dan ketundukan terhadap aturan-aturan Allah Ta’ala.
An-Nar: Kampung siksaan dan adzab.
Asy-Syahawat: Nafsu yang condong kepada kejelekan-kejelekan.
Penjelasan ulama tentang hadits ini
Saudariku, semoga Allah merahmatimu. Agar lebih memahami makna hadits diatas alangkah baiknya kita simak penuturan Imam Nawawi rahimahullah berikut ini,
“Para ulama mengatakan,’Hadits ini mengandung kalimat-kalimat yang indah dengan cakupan makna yang luas serta kefasihan bahasa yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Sehingga beliau membuat perumpamaan yang sangat baik dan tepat. Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan masuk surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitupula sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk neraka sehingga ia mengamalkan perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir yang menghiasi surga dan neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai kedalamnya. Tabir surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan tabir neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat. Diantara amalan-amalan yang dibenci jiwa seperti halnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah Ta’ala serta menekuninya, bersabar disaat berat menjalankannya, menahan amarah, memaafkan orang lain, berlaku lemah lembut, bershadaqah, berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah, bersabar untuk tidak memperturutkan hawa nafsu dan yang lainnya. Sementara perkara yang menghiasi neraka adalah perkara-perkara yang disukai syahwat yang jelas keharamannya seperti minum khamr, berzina, memandang wanita yang bukan mahramnya (tanpa hajat), menggunjing, bermain musik dan yang lainnya. Adapun syahwat (baca:keinginan) yang mubah maka tidak termasuk dalam hal ini. Namun makruh hukumnya bila berlebih-lebihan karena dikhawatirkan akan menjerumuskan pada perkara-perkara haram, setidaknya hatinya menjadi kering atau melalaikan hati untuk melakukan ketaatan bahkan bisa jadi hatinya menjadi condong kepada gemerlapnya dunia.”(Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Asy-Syamilah).
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari berkata,
“Yang dimaksud dengan al-makarih (perkara-perkara yang dibenci jiwa) adalah perkara-perkara yang dibebankan kepada seorang hamba baik berupa perintah ataupun larangan dimana ia dituntut bersungguh-sungguh mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan tersebut. Seperti bersungguh sungguh mengerjakan ibadah serta berusaha menjaganya dan menjauhi perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah Ta’ala. Penggunaan kata al-makarih disini disebabkan karena kesulitan dan kesukaran yang ditemui seorang hamba dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Adapun yang dimaksud syahwat disini adalah perkara-perkara yang dilakukan untuk menikmati lezatnya dunia sementara syariat melarangnya. Baik karena perbuatan tersebut haram dikerjakan maupun perbuatan yang membuat pelakunya meninggalkan hal yang dianjurkan. Seakan akan Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan seseorang tidaklah sampai ke surga kecuali setelah melakukan amalan yang dirasa begitu sulit dan berat. Dan sebaliknya seseorang tidak akan sampai ke neraka kecuali setelah menuruti keinginan nafsunya. Surga dan nereka dihijabi oleh dua perkara tersebut, barangsiapa membukanya maka ia sampai kedalamnya. Meskipun dalam hadits tersebut menggunakan kalimat khabar (berita) akan tetapi maksudnya adalah larangan.”(Fathul Baari 18/317, Asy-Syamilah)
Hiasai harimu dengan hadist ini !
Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah memberikan contoh kepada kita bagaimana cara mengaplikasikan hadits ini dalam kehidupan sehari-hari, beliau berkata,
“Kunasehatkan bagi diriku sendiri dan saudaraku sekalian. Jika engkau mendengar adzan telah dikumandangkan ‘hayya alash shalah hayya ‘alal falah’ namun jiwamu merasa benci melaksanakannya, mengulur-ulur waktu dan merasa malas. Ingatkan dirimu tentang hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci jiwa.
Jika kewajiban membayar zakat telah tiba dan jiwamu merasa malas mengeluarkannya serta membagikannya kepada fakir miskin maka ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Jika waktu puasa telah tiba sementara jiwamu merasa enggan menunaikannya, ingatkan dirimu degan hadits ini. Sungguh surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Begitu juga ketika jiwamu merasa malas untuk berbakti kepada orang tua, enggan berbuat baik kepada keduanya dan merasa berat memenuhi hak-haknya, ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa”.
Beliau hafidzahullah juga berkata, “Sebaliknya ketika jiwamu condong kepada perbuatan-perbuatan keji,zina dan perbuatan haram maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diiputi perkara-perkara yang disenangi syahwat. Ingatkan pula jika sekarang engkau lakukan perbuatan ini maka kelak engkau akan masuk neraka.
Jika jiwamu tergoda dengan perbuatan riba, maka ingatkan dirimu bahwa Allah dan rasulNya telah mengharamkannnya dan pelakunya kelak akan masuk neraka.
Begitu juga ketika jiwamu sedang ketagihan minum minuman keras dan minuman haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat.
Ketika jiwamu merasa rindu mendengarkan musik, lagu-lagu dan nyanyian-nyanyian yang telah Allah haramkan atau ketika kedua matamu mulai condong melihat sesuatu yang Allah haramkan berupa vcd-vcd porno, gambar-gambar porno dan pemandangan haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat
Jika engkau selalu menerapkan hadits ini dalam sendi-sendi kehidupanmu dan berusaha menghadirkannya setiap saat maka dengan ijin Allah engkau akan bisa menjauhi perbuatan haram dan memudahkanmu menjalankan ketaatan kepadaNya.”(Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah)
Ingatlah, jiwa manusia itu condong pada kejelekan
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Sesungguhnya jiwa (manusia) itu menyuruh pada kejelekan kecuali jiwa yang dirahmati Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)
Ath-Thabari berkata tentang ayat ini, “Jiwa yang dimaksudkan adalah jiwa para hamba, ia senantiasa memerintahkan pada perkara-perkara yang disenangi nafsu. Sementara hawa nafsu itu jauh dari keridhaan Allah Ta’ala.”(Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Asy-Syamilah)
Saudariku, perhatikanlah nasehat Ibnul Jauzi rahimahullah berikut,
“Ketahuilah, semoga Allah mamberikan taufiq kepadamu. Sesungguhnya watak dasar jiwa manusia itu cinta kepada hawa nafsunya. Telah berlalu penjelasan tentang begitu dasyatnya bahaya hawa nafsu, sehingga untuk menghadapinya engkau membutuhkan kesungguhan dan pertentangan dalam diri jiwamu. Ketika engkau tidak mecegah keinginan hawa nafsumu maka pemikiran-pemikiran sesat (kejelekan-kejelekan) itu akan menyerang sehingga tercapailah keinginan hawa nafsumu.” (Dzammul Hawa, hal.36, Asy-Syamilah)
Hadits penjelas
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwassalam bersabda,
“Ketika surga dan neraka diciptakan, Allah Ta’ala mengutus Jibril ‘alaihissalam pergi ke surga seraya berfirman, ‘Lihatlah ia dan perhatikanlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduknya kelak!”
Nabi shallallahu’alaihi wasallam melanjutkan, “Jibril pun mendatangi, melihat dan memperhatikan segala nikmat yang Allah sediakan bagi penduduk surga. Kemudian Jibril kembali kepada Allah seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang berita surga kecuali ingin memasukinya’.
Kemudian Allah memerintahkan surga sehingga ia diliputi perkara-perkara yang dibenci (jiwa). Lalu Allah Ta’ala memerintahkan Jibril, ‘Kembalilah kepadanya dan lihatlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduk surga!’ Maka Jibrilpun kembali ke surga dan ia temui bahwasanya surga telah diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa manusia. Kemudian Jibril menadatangi Allah Ta’ala seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang bisa memasukinya!’
Lalu Allah memerintahkan,’Pergilah ke neraka, lihatlah dan perhatikanlah siksaan yang Aku sediakan bagi penghuninya kelak!’ Maka ketika dineraka terdapat api yang menyala-nyala dan bertumpuk-tumpuk , Jibril kembali kepada Allah Ta’ala dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu tidak ada seorangpun yang ingin memasukinya.’ Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan agar neraka dipenuhi dengan perkara-perkara yang disukai syahwat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kembalilah padanya!’ Jibrilpun kembali ke neraka dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu, aku khawatir tidak ada seorangpun dari hambaMu yang bisa selamat dari siksaan neraka.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih” . Begitupula Syaikh Al-Albani menilai hadits ini hasan shahih.(Sunan At-Tirmidzi, Asy-Syamilah)
Saudariku, akhirnya kami hanya bisa berdoa semoga kita semua dimasukkan Allah Ta’ala menjadi golongan penghuni surgaNya yang tertinggi dan dijauhkan dari segala jalan yang mengantarkan kita ke nerakaNya.
اَللّهُمَّ إِنِّى أَ سْئَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَملٍ وَ أَعُوْ ذُبِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَمَلٍ
“Ya Allah…aku memohon kepadamu surga dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Dan aku berlindung kepadamu dari siksaan neraka dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan.” (Musnad Imam Ahmad)
Washallahu’ala nabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasallam
Penulis : Ummu Fatimah Umi Farikhah
Murojaah : Ust. Aris Munandar hafidzahullah
Maraji‘ :
Dzammul Hawa, Ibnul Jauzi, Maktabah Asy-Syamilah
Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Maktabah Asy-Syamilah
Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Imam Al-Qurthubi, Maktabah Asy-Syamilah
Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr, www.radiorodja.com
Sunan At-Tirmidzi, Abu ‘Isa Imam At-Tirmidzi, Maktabah Asy-Syamilah
Syarhun Nawawi ‘Ala Muslim, Imam Nawawi, Maktabah Asy-Syamilah
***
Artikel muslimah.or.id
www.tehirma.blogspot.com
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Mengenal kosa kata
Huffat: Berasal dari kata al-hafaf (الحَفَاف) yang berarti sesuatu yang meliputi sesuatu yang lain yang berarti surga dan neraka itu diliputi sesuatu. Seseorang tidak akan memasuki surga dan neraka kecuali setelah melewati hijab terebut. Dalam riwayat Bukhari kata huffat diganti dengan kata hujibat (حُجِبَت ) yang berarti tabir, hijab ataupun pembatas dan keduanya memiliki makna sama. Hal ini ditegaskan Ibnul Arabi sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Fathul Baari.
Al-Jannah: Kampung kenikmatan.
Al-Makarih: Perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) berupa ketaatan dan ketundukan terhadap aturan-aturan Allah Ta’ala.
An-Nar: Kampung siksaan dan adzab.
Asy-Syahawat: Nafsu yang condong kepada kejelekan-kejelekan.
Penjelasan ulama tentang hadits ini
Saudariku, semoga Allah merahmatimu. Agar lebih memahami makna hadits diatas alangkah baiknya kita simak penuturan Imam Nawawi rahimahullah berikut ini,
“Para ulama mengatakan,’Hadits ini mengandung kalimat-kalimat yang indah dengan cakupan makna yang luas serta kefasihan bahasa yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Sehingga beliau membuat perumpamaan yang sangat baik dan tepat. Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan masuk surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitupula sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk neraka sehingga ia mengamalkan perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir yang menghiasi surga dan neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai kedalamnya. Tabir surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan tabir neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat. Diantara amalan-amalan yang dibenci jiwa seperti halnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah Ta’ala serta menekuninya, bersabar disaat berat menjalankannya, menahan amarah, memaafkan orang lain, berlaku lemah lembut, bershadaqah, berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah, bersabar untuk tidak memperturutkan hawa nafsu dan yang lainnya. Sementara perkara yang menghiasi neraka adalah perkara-perkara yang disukai syahwat yang jelas keharamannya seperti minum khamr, berzina, memandang wanita yang bukan mahramnya (tanpa hajat), menggunjing, bermain musik dan yang lainnya. Adapun syahwat (baca:keinginan) yang mubah maka tidak termasuk dalam hal ini. Namun makruh hukumnya bila berlebih-lebihan karena dikhawatirkan akan menjerumuskan pada perkara-perkara haram, setidaknya hatinya menjadi kering atau melalaikan hati untuk melakukan ketaatan bahkan bisa jadi hatinya menjadi condong kepada gemerlapnya dunia.”(Syarhun Nawawi ‘ala Muslim, Asy-Syamilah).
Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari berkata,
“Yang dimaksud dengan al-makarih (perkara-perkara yang dibenci jiwa) adalah perkara-perkara yang dibebankan kepada seorang hamba baik berupa perintah ataupun larangan dimana ia dituntut bersungguh-sungguh mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan tersebut. Seperti bersungguh sungguh mengerjakan ibadah serta berusaha menjaganya dan menjauhi perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah Ta’ala. Penggunaan kata al-makarih disini disebabkan karena kesulitan dan kesukaran yang ditemui seorang hamba dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Adapun yang dimaksud syahwat disini adalah perkara-perkara yang dilakukan untuk menikmati lezatnya dunia sementara syariat melarangnya. Baik karena perbuatan tersebut haram dikerjakan maupun perbuatan yang membuat pelakunya meninggalkan hal yang dianjurkan. Seakan akan Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengatakan seseorang tidaklah sampai ke surga kecuali setelah melakukan amalan yang dirasa begitu sulit dan berat. Dan sebaliknya seseorang tidak akan sampai ke neraka kecuali setelah menuruti keinginan nafsunya. Surga dan nereka dihijabi oleh dua perkara tersebut, barangsiapa membukanya maka ia sampai kedalamnya. Meskipun dalam hadits tersebut menggunakan kalimat khabar (berita) akan tetapi maksudnya adalah larangan.”(Fathul Baari 18/317, Asy-Syamilah)
Hiasai harimu dengan hadist ini !
Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah memberikan contoh kepada kita bagaimana cara mengaplikasikan hadits ini dalam kehidupan sehari-hari, beliau berkata,
“Kunasehatkan bagi diriku sendiri dan saudaraku sekalian. Jika engkau mendengar adzan telah dikumandangkan ‘hayya alash shalah hayya ‘alal falah’ namun jiwamu merasa benci melaksanakannya, mengulur-ulur waktu dan merasa malas. Ingatkan dirimu tentang hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci jiwa.
Jika kewajiban membayar zakat telah tiba dan jiwamu merasa malas mengeluarkannya serta membagikannya kepada fakir miskin maka ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Jika waktu puasa telah tiba sementara jiwamu merasa enggan menunaikannya, ingatkan dirimu degan hadits ini. Sungguh surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa.
Begitu juga ketika jiwamu merasa malas untuk berbakti kepada orang tua, enggan berbuat baik kepada keduanya dan merasa berat memenuhi hak-haknya, ingatkan dirimu dengan hadits ini bahwa surga itu diliputi perkara yang dibenci jiwa”.
Beliau hafidzahullah juga berkata, “Sebaliknya ketika jiwamu condong kepada perbuatan-perbuatan keji,zina dan perbuatan haram maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diiputi perkara-perkara yang disenangi syahwat. Ingatkan pula jika sekarang engkau lakukan perbuatan ini maka kelak engkau akan masuk neraka.
Jika jiwamu tergoda dengan perbuatan riba, maka ingatkan dirimu bahwa Allah dan rasulNya telah mengharamkannnya dan pelakunya kelak akan masuk neraka.
Begitu juga ketika jiwamu sedang ketagihan minum minuman keras dan minuman haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat.
Ketika jiwamu merasa rindu mendengarkan musik, lagu-lagu dan nyanyian-nyanyian yang telah Allah haramkan atau ketika kedua matamu mulai condong melihat sesuatu yang Allah haramkan berupa vcd-vcd porno, gambar-gambar porno dan pemandangan haram lainnya maka ingatkan dirimu bahwa neraka itu diliputi perkara-perkara yang disenangi syahwat
Jika engkau selalu menerapkan hadits ini dalam sendi-sendi kehidupanmu dan berusaha menghadirkannya setiap saat maka dengan ijin Allah engkau akan bisa menjauhi perbuatan haram dan memudahkanmu menjalankan ketaatan kepadaNya.”(Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq hafidzahullah)
Ingatlah, jiwa manusia itu condong pada kejelekan
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Sesungguhnya jiwa (manusia) itu menyuruh pada kejelekan kecuali jiwa yang dirahmati Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)
Ath-Thabari berkata tentang ayat ini, “Jiwa yang dimaksudkan adalah jiwa para hamba, ia senantiasa memerintahkan pada perkara-perkara yang disenangi nafsu. Sementara hawa nafsu itu jauh dari keridhaan Allah Ta’ala.”(Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Asy-Syamilah)
Saudariku, perhatikanlah nasehat Ibnul Jauzi rahimahullah berikut,
“Ketahuilah, semoga Allah mamberikan taufiq kepadamu. Sesungguhnya watak dasar jiwa manusia itu cinta kepada hawa nafsunya. Telah berlalu penjelasan tentang begitu dasyatnya bahaya hawa nafsu, sehingga untuk menghadapinya engkau membutuhkan kesungguhan dan pertentangan dalam diri jiwamu. Ketika engkau tidak mecegah keinginan hawa nafsumu maka pemikiran-pemikiran sesat (kejelekan-kejelekan) itu akan menyerang sehingga tercapailah keinginan hawa nafsumu.” (Dzammul Hawa, hal.36, Asy-Syamilah)
Hadits penjelas
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwassalam bersabda,
“Ketika surga dan neraka diciptakan, Allah Ta’ala mengutus Jibril ‘alaihissalam pergi ke surga seraya berfirman, ‘Lihatlah ia dan perhatikanlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduknya kelak!”
Nabi shallallahu’alaihi wasallam melanjutkan, “Jibril pun mendatangi, melihat dan memperhatikan segala nikmat yang Allah sediakan bagi penduduk surga. Kemudian Jibril kembali kepada Allah seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu, tidak ada seorangpun yang mendengar tentang berita surga kecuali ingin memasukinya’.
Kemudian Allah memerintahkan surga sehingga ia diliputi perkara-perkara yang dibenci (jiwa). Lalu Allah Ta’ala memerintahkan Jibril, ‘Kembalilah kepadanya dan lihatlah segala sesuatu yang Aku sediakan bagi penduduk surga!’ Maka Jibrilpun kembali ke surga dan ia temui bahwasanya surga telah diliputi dengan perkara-perkara yang dibenci oleh jiwa manusia. Kemudian Jibril menadatangi Allah Ta’ala seraya berkata, ‘Demi kemuliaanMu sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang bisa memasukinya!’
Lalu Allah memerintahkan,’Pergilah ke neraka, lihatlah dan perhatikanlah siksaan yang Aku sediakan bagi penghuninya kelak!’ Maka ketika dineraka terdapat api yang menyala-nyala dan bertumpuk-tumpuk , Jibril kembali kepada Allah Ta’ala dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu tidak ada seorangpun yang ingin memasukinya.’ Kemudian Allah Ta’ala memerintahkan agar neraka dipenuhi dengan perkara-perkara yang disukai syahwat. Allah Ta’ala berfirman, ‘Kembalilah padanya!’ Jibrilpun kembali ke neraka dan berkata, ‘Demi kemuliaanMu, aku khawatir tidak ada seorangpun dari hambaMu yang bisa selamat dari siksaan neraka.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih” . Begitupula Syaikh Al-Albani menilai hadits ini hasan shahih.(Sunan At-Tirmidzi, Asy-Syamilah)
Saudariku, akhirnya kami hanya bisa berdoa semoga kita semua dimasukkan Allah Ta’ala menjadi golongan penghuni surgaNya yang tertinggi dan dijauhkan dari segala jalan yang mengantarkan kita ke nerakaNya.
اَللّهُمَّ إِنِّى أَ سْئَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَملٍ وَ أَعُوْ ذُبِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ وَ عَمَلٍ
“Ya Allah…aku memohon kepadamu surga dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Dan aku berlindung kepadamu dari siksaan neraka dan segala sesuatu yang bisa mendekatkanku dengannya baik berupa perkataan ataupun perbuatan.” (Musnad Imam Ahmad)
Washallahu’ala nabiyyina Muhammadin wa’ala alihi washahbihi wasallam
Penulis : Ummu Fatimah Umi Farikhah
Murojaah : Ust. Aris Munandar hafidzahullah
Maraji‘ :
Dzammul Hawa, Ibnul Jauzi, Maktabah Asy-Syamilah
Fathul Baari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Maktabah Asy-Syamilah
Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, Imam Al-Qurthubi, Maktabah Asy-Syamilah
Muhadharah Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr, www.radiorodja.com
Sunan At-Tirmidzi, Abu ‘Isa Imam At-Tirmidzi, Maktabah Asy-Syamilah
Syarhun Nawawi ‘Ala Muslim, Imam Nawawi, Maktabah Asy-Syamilah
***
Artikel muslimah.or.id
www.tehirma.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)